Data Akurat Permudah Penanganan Kasus Perbudakan ABK

DETIKDATA, KUPANG – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap pemerintah dapat membenahi proses perizinan dalam perekrutan dan penempatan anak buah kapal (ABK). Dengan demikian, jika kembali terjadi kasus perbudakan yang menimpa ABK Indonesia, penanganan kasus dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai korban bisa lebih mudah.

Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo mendukung komunikasi yang dilakukan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi yang meminta Menlu China melakukan investigasi menyeluruh terkait berbagai kasus ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China. Langkah penanganan yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri tersebut, merupakan langkah di bagian hilir. “Sebaiknya, penanganan jangan di hilir saja, dan perlu dilakukan pembenahan di bagian hulunya,” ujar Anton di Jakarta, Jumat (18/9-2020).

Pembenahan di bagian hulu yang dimaksud, adalah dalam hal proses perizinan ABK. Anton mencontohkan, setidaknya ada dua model perizinan perekrutan dan penempatan ABK yang berlaku, yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dan Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI).

Menurut Anton, SIUPPAK menjadi domainnya Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, sedangkan SIP3MI menjadi domainnya Kemnaker. Kedua perizinan ini memiliki persyaratan dan prosedur yang berbeda, meskipun keduanya berhubungan dengan penempatan ABK di luar negeri.

Anton menambahkan, dengan melakukan pembenahan dan penataan perizinan dalam perekrutan dan penempatan ABK sedari awal, diharapkan pendataan terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal asing lebih akurat. Bermodal akurasi data itulah, seandainya terjadi masalah yang menimpa ABK Indonesia, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak mereka bisa lebih mudah.

Berbeda halnya jika sejak awal yaitu sejak proses perizinan, data ABK sudah tidak valid. Tentunya, akan menyulitkan penegak hukum maupun pihak terkait lainnya, termasuk LPSK, dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi ABK yang menjadi korban kejahatan. “Poin penting ini hendaknya dapat segera diatasi dan dibenahi,” ujar Anton.

Merujuk pada data LPSK, permohonan perlindungan ke LPSK dari ABK mengalami kenaikan secara tajam pada dua tahun terakhir. Jika pada tahun 2018 hanya ada 6 permohonan, maka pada tahun 2020 terdapat 64 permohonan perlindungan.

Sebagaimana diberitakan, Menteri Luar Negeri Indonesia aktif berkomunikasi dengan Menlu China membahas persoalan ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China. Pertemuan kedua menlu itu ditindaklanjut dengan pertemuan virtual Pemerintah Indonesia yang diwakili Kemlu, Kemenkumham, Kemenaker, KKP, Kejagung dan Polri, dengan Pemerintah China pada 16 September 2020. Tujuan dari pertemuan itu untuk menyelesaikan permasalahan yang ada serta mencegah kejadian serupa kembali terjadi di masa yang akan datang.(DD/R)