DETIKDATA, KUPANG – Peluncuran Kirab Pemilu di 7 Provinsi dari 38 provinsi di Indonesia. Peluncuran ini merupakan sebuah perayaan untuk menyongsong sekaligus menyambut pemilu 365 hari mendatang.
Acara peluncuran Kirab Pemilu tahun 2024 di Provinsi NTT dilaksanakan di halaman Kantor KPUD Provinsi NTT. Selasa (14/02/23).
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai instansi, Organisasi mahasiswa Cipayung Kota Kupang termasuk GMKI.
Ketua Cabang GMKI Kupang, Frids Tae yang hadir untuk menyaksikan peluncuran Kirab pemilu menyampaikan berapa harapan GMKI Kupang terkait Pemilu 2024
“Sebagai organisasi mahasiswa, kami mengapresiasi momentum hari ini. Sebab, KPU melibatkan seluruh organ Mahasiswa (organisasi Cipayung), dan berbagai elemen lainnya dalam peluncuran Kirab Pemilu tahun 2024. Hal ini pertanda bahwa, semua elemen memiliki tanggungjawab untuk memantau dan ikut serta dalam mengawal pemilu yang berintegritas, bertanggung jawab dan adil,” ujar Frids Tae.
Selanjutnya, Frids Tae berharap agar semua pimpinan partai Politik yang hadir dalam acara peluncuran ini, sekiranya memiliki komitmen untuk setia pada jalur demokrasi.
“Segenap pimpinan partai politik peserta pemilu atau yang mewakili hadir dalam momentum yang bermartabat ini, sekiranya memiliki komitmen untuk setia pada jalur demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat – kebijaksanaan,” harap Frids Tae, Alumni Fakultas Teologi UKAW tersebut.
Lebih lanjut Ketua GMKI Cabang Kupang itu membeberkan pandangannya tentang Pemilu.
“Bagi saya pemilu adalah sebagai sarana integrasi bangsa. Karena itu, setiap peserta pemilu dalam hal ini partai Politik yang terlibat dalam kompetisi untuk meraih kekuasaan politik harus memaknainya sebagai wadah untuk melayani masyarakat banyak. Itu filosofi penyelenggaraan pemilu, sehingga kita kerap memaknainya sebagai pesta demokrasi,” tegas Frids Tae.
Pada sisi yang lain, Frids menjelaskan bahwa pemilu-pemilu sebelumnya, kerap kali fenomena politik uang berkembang sangat masif dan terstruktur. Kekuasaan seakan-akan harus dibeli dengan Uang. Itulah yang terlintas di benak masyarakat hari ini. Karena itu, kekuasaan harus dipahami sejalan dengan prinsip eksistensialnya.
“Sekiranya, kekuasaan tidak dipahami sebagai Komoditi. Jika tidak demikian politik dipahami, maka setiap politisi yang berkompetisi untuk meraih kekuasaan akan berlomba-lomba membuat penawaran sebagaimana layaknya pasar bebas,” tutup Putra berkelahiran Malaka tersebut. (DD/BB)