DETIKDATA, YANGON – Militer Myanmar mungkin terinspirasi rezim Orde Baru Indonesia, namun gagal menyerap pelajaran dari transisi demokrasi.
Hal ini disampaikan oleh seorang pakar politik, Nehginpao Kipgen, Asisten Profesor dan Direktur Eksekutif Pusat Studi Asia Tenggara, Jindal Global University. Senin (22/03/21).
“Myanmar menyerap pelajaran yang salah dari proses transisi politik Indonesia,” katanya dilansir situs berita Channel News Asia.
Nehginpao menyebut jenderal di Myanmar terinspirasi dari kudeta Soeharto dalam menggulingkan musuh politik, namun sayang para jenderal tak menyerap ilmu itu secara luas.
“Sebelum Myanmar beralih ke pemerintahan semisipil tahun 2011, pimpinan militer mempelajari dengan cermat model transisi demokrasi di Indonesia,” tulis Nehginpao.
Nehginpao mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi modern dengan masyarakat sipil yang berkembang pesat. Tingkat kepercayaan publik terhadap militer di Indonesia sangat tinggi.
“Angkatan bersenjata yang dihormati dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari publik bahkan dari presidennya sendiri, menjadikannya model yang patut ditiru,” kata Nehginpao.
Nehginpao menyampaikan bahw Myanmar meninggalkan pelajaran paling berharga dari bab kedua sejarah Indonesia ini.
“Militer Myanmar mungkin telah terinspirasi oleh bara api rezim Orde Baru Indonesia, tapi mereka gagal menyerap pelajaran dari transisi demokrasi Indonesia,” ujar Nehginpao.
Nehginpao menjelaskan bahwa Pada April 1998, Soeharto menolak tawaran kelompok garis keras militer.
“Pada April 1998, Soeharto menolak tawaran kelompok garis keras militer untuk mengumumkan keadaan darurat dan memilih mengalihkan kekuasaan di bawah kerangka konstitusional rezim orde baru kepada wakil presiden Habibie,” jelas Nehginpao.
Nehginpao mengukap, setelah pemimpin politik sipil mengambil alih, peran keterlibatan militer dalam politik sengaja dikurangi secara bertahap.
“Militer Myanmar telah menunjukkan niat untuk melakukan transfer kekuasaan tapi berhenti secara konsisten. Militer membuat undang – undang pemilu yang melarang siapa pun yang dihukum untuk bergabung dengan partai politik, yang mengharuskan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengusir pemimpinnya Aung San Suu Kyi untuk berpartisipasi, yang memaksa partai tersebut dan sekutunya untuk memboikot pemilu 2010,” pungkas Nehginpao. (DD/SD)




