Tegakan Keadilan, 5 Jaksa Uji Materi UU Kejaksaan ke MK

DETIKDATA, JAKARTA – Sebanyak 5 orang jaksa memohonkan uji materi atas terhadap Pasal 12 Huruf c Undang Undang (UU) Nomor 11 tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Pasal tersebut mengatur usia pensiun jaksa dan kelima pemohon tersebut merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena adanya beleid tersebut.

Pemohon terdiri atas Fentje Eyert Loway, T.R. Silalahi, Renny Ariyanny, Fachriani Suyuti dan Martini yang diwakili kuasa hukumnya Christian Patricho menilai Pasal 12 huruf c itu telah memberi ketidakpastian hukum terhadap usia pensiun bagi jaksa. Karena itu, beleid tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 (Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya) dan Pasal 28D UUD 1945 (Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum).

“Klien kami yang mengajukan uji materi itu saat ini bertugas sebagai jaksa fungsional. Merujuk kepada UU tentang ASN, jabatan fungsional merupakan sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu,” tutur Christian Patricho selaku Kuasa Hukum dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (4/2).

Richo menuturkan, problematika yang disampaikan kehadiran jaksa dalam kekuasaan badan-badan peradilan sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 mendapatkan perlakuan yang berbeda di mana para hakim pensiun 65 tahun, hakim tinggi 67 tahun dan hakim agung 70 tahun. Padahal, dalam praktiknya, jaksa yang melaksanakan tugas-tugas penyidikan, menangkap, menahan, menyita, tugas dalam penuntutan hingga eksekusi justru diposisikan sebagai aparatur sipil negara (ASN) dalam jabatan fungsional.

Walau jaksa melaksanakan tugas yudikatif, kata Richo, jika dibandingkan usia ASN fungsional lembaga lain usia pensiunnya bisa mencapai 65 tahun. Bahkan untuk jabatan fungsional utama hingga 70 tahun. Sementara UU Kejaksaan yang baru ini justru secara drastis mengurangi usia pensiun jaksa dari 62 tahun ke 60 tahun sehingga menjadi mimpi buruk bagi para jaksa khususnya kelahiran 1962 ke atas tiba tiba dipensiunkan. Sedangkan yang lahir sebelum 31 Desember 1961 tetap bisa bekerja karena tetap memberlakukan UU yang lama.

“Saat ini jaksa berjumlah 11 ribu dan masih dibutuhkan sekitar 10 ribu jaksa lagi utk mengisi permintaan tenaga jaksa di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, kebijakan ini kami kira tidak tepat apalagi akan ada moratorium penerimaan ASN hingga 2024,” kata Richo .

“Dengan demikian, jumlah SDM jaksa yang terbatas itu, bisa dipastikan pelayanan-pelayanan hukum dan keadilan terhadap masyarakat tidak akan maksimal.”

Karena itu, kata Richo, setelah diberlakukannya UU Kejaksaan yang baru berpotensi merugikan hak konstitusional kliennya dan bersifat diskriminatif. Para pemohon karenanya memandang Mahkamah Konstitusi memberi tafsir terhadap Pasal 12 huruf c UU tentang Kejaksaan.

“MK perlu memutuskan dan menyatakan Pasal 12 huruf c UU tentang Kejaksaan tidak bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai sebagai ‘Jaksa diberhentikan dengan hormat dari jabatan karena, telah mencapai usia 65 tahun. Dan tetap mempunya kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai demikian,” kata Richo. (DD/RP)