Kemen PPPA: Praktik Pekerja Anak Harus Dihentikan

DETIKDATA, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menerapkan sejumlah strategi untuk menghapuskan pekerja anak sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak di Indonesia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, penghapusan pekerja anak di Indonesia merupakan salah satu dari lima arahan prioritas Presiden Joko widodo kepada Kemen PPPA.

“Untuk itu kami menargetkan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun yang bekerja, bisa terus kita turunkan angkanya sampai serendah-rendahnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (15/6/2021).

Sejumlah strategi diterapkan antara lain dengan mengembangkan basis data pekerja anak, memperkuat koordinasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan terkait pekerja anak, dan mainstreaming isu pekerja anak dalam kebijakan dan program perlindungan khusus anak di kabupaten/kota.

Selanjutnya mengembangkan model desa ramah perempuan dan peduli anak sebagai pendekatan untuk pencegahan pekerja anak, mengembangkan pemantauan dan remidiasi pekerja anak, serta mengoordinasikan untuk penanggulangan pekerja anak pada empat sektor prioritas yakni pertanian, perikanan, jasa, dan pariwisata.

Ia menekankan pentingnya untuk segera menghentikan praktik pekerja anak karena mendatangkan dampak yang luas meliputi dampak sosial, fisik, dan emosi pada anak.

“Dampak sosialnya, tidak berkesempatan untuk sekolah, atau bermain dengan teman sebaya; sebagai pekerja anak dapat menyebabkan kecelakaan atau penyakit; secara emosi, dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi, kasar, pendendam, rendah empati,” kata Menteri PPPA.

Oleh karena itu, sejumlah faktor pendorong keberadaan pekerja anak di Indonesia harus menjadi perhatian agar tidak semakin memicu jumlah pekerja anak di tanah air. Pekerja anak dipicu beberapa faktor pendorong di antaranya kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, serta terbatasnya pemantauan dan pengawasan terhadap pekerja anak. Selain itu faktor tradisi, kurangnya fasilitas untuk anak-anak, dan anak putus sekolah.

Mengutip data Sakernas Agustus 2020, jumlah pekerja anak mencapai 392.061, turun sebanyak 41.005 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Menteri PPPA menekankan ada perbedaan yang mendasar mengenai pekerja anak dan anak yang bekerja.

“Pekerja anak adalah setiap anak yang Indikator pekerja anak meliputi anak bekerja setiap hari, tereksploitasi baik secara fisik maupun psikis, bekerja pada waktu yang panjang, dan hak anak atas pendidikan, kesehatan, keselamatan, dan waktu luang terganggu. Adapun istilah anak yang bekerja, yakni anak yang melakukan pekerjaan dalam rangka membantu orang tua, belajar tanggung jawab, melatih disiplin, dan tidak ada unsur eksploitasi di dalamnya,” urainya. (DD/DT)