DETIKDATA, JAKARTA – Ikatan kebangsaan dan spirit ke-Indonesiaan pada saat ini melemah. Alasan utama adalah telah terjadi polarisasi dalam tubuh bangsa Indonesia dan ini mengakibatkan kemajemukan bangsa yang seharusnya menjadi kekuatan menjadi kelemahan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan anugerah tersebut.
Akibatnya, sejak merdeka Indonesia menghadapi berbagi krisis termasuk politik, relasi sosial budaya, relasi lintas agama, berbagai malapetaka hingga ancaman degradasi moral. Bahkan di saat Indonesia menghadapi pandemi, krisis tetap terjadi dengan kondisi masyarakat terbelah dalam berbagai posisi.
Demikian ditegaskan oleh Staf Dewan Kepausan Untuk Dialog AntarUmat Beragama yang berkedudukan di Vatikan RP Markus Solo Kewuta SVD, konselebrans utama dalam misa secara virtual “Buka Tahun Baru BersamaPaguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) ke-16 2021”, Sabtu (23/1/2021).
Konselebrans lain dalam misa yang diadakan di Roma, Italia itu adalah Rm Agustinus Purnomo MSF (Superior General Kongregasi MSF) dan Rm Paulus Laurentius Pitoy MSC (Assistant Superior General Kongregasi MSC). Ketiga konselebran itu berasal dari Indonesia.
Markus Solo menyatakan bahwa krisis yang muncul di Indonesia pada saat ini terutama disebabkan ada sebagian masyarakat yang tidak mendukung serta bekerjasama secara jujur dan sekaligus sepenuh hati kepada presiden yang resmi dipilih secara demokratis. Hal ini menambah berbagai kompleksitas krisis yang menambah berbagai persoalan yang dulu belum terpecahkan.
“Saya menghimbau kepada wartawan Indonesia terutama Wartawan Katolik untuk mejaga keutuhan dengan mempererat Ikatan dan spirit ke-Indonesiaan demi utuhnya NKRI dengan berpegang pada tiga hal yakni percaya pada penyertaan Tuhan, aktif menebarkan benih kasih dan kebenaran, serta terus mengabarkan warta gembira,” tegas Markus Solo yang berasal dari Nusa Tenggara Timur itu.
Markus Solo menggarisbawahi, dalam menunaikan tugasnya, PWKI menghadapi tantangan dunia Indonesia yang sebagian warganya berani berada dalam post truth era atau era pasca-kebenaran, yang lebih suka menyebar hoax dan fake news daripada kebenaran.
“Mengutip pernyataan Rasul Paulus, kelompok masyarakat post truth itu lebih suka memilih menjadi hamba-hamba huruf dan kalimat yang dapat menghancurkan nilai-nilai kehidupan bersama, daripada menjadi hamba-hamba roh yang menyebarkan nafas-nafas kehidupan yang menyelamatkan. Tantangan inilah yang harus dihadapi para wartawan, terutama ketika berenang melawan arus, terjadi pertentangan nurani dan bahkan yang melukai integritas,” ujar Markus.
Dalam konteks ini, kata dia, wartawan siapapun orangnya seharusnya menjadi “nabi” (modern) yang hidup di zaman open society (masyarakat terbuka) seperti sekarang ini. Para wartawan harus siap menjadi “nabi” yang berani ditolak , dicemooh ketika harus memperjuangkan kebenaran
“Wartawan harus menjadi garam dan terang. Para wartawan tidak boleh membiarkan diri dimanipulasi oleh orang lain agar misi serta jati dirinya menjadi garam yang melezatkan dan terang yang menerangi tidak kabur agar diperoleh kebenaran Mar,” ujarnya.
Hanya saja, Pastor Markus mengingatkan, karena kebenaran cenderung memperhamba manusia atas nama hukum dan aturan, wartawan harus memiliki kasih untuk mengontrol kebenaran itu sendiri. Kasih adalah DNA, parameter kemuridan Kristus dan akhirnya kebenaran berfungsi untuk memerdekakan kita.
Hadir secara virtual dalam acara ini yakni, Menkominfo Johnny G. Plate, Dubes Indonesia untuk Tahta Suci L. Amrih Jinangkung, Dirjen Bimas Katolik Y Bayu Samodro dan pengusaha Franciscus Welirang.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Buka Tahun Baru Bersama PWKI kali ini juga memberi anugerah “Terima Kasihku Kepadamu” kepada Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri, Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan Wanita inspiratif Anne Avantie yang berprofesi sebagai perancang busana. (DD/JR)