Indonesia adalah negara hukum yang mengutamakan landasan hukum dalam semua aktivitas, yang dinyatakan pada undang-undang pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Namun, kondisi hukum di Indonesia dinilai sebagai hukum yang tumpul. Penegakan hukum yang disiarkan berbanding terbalik dengan perbuatan yang dilakukan. Orang kaya dengan jabatan tinggi bisa saja membeli hukum. Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) bertumbuh dan berkembang biak di Indonesia. Tindakan hukum di Indonesia sangatlah memprihatinkan dengan kasus yang tidak ada ujungnya.
Hukum merupakan suatu norma yang mengatur tingkah laku masyarakat. Hukum memiliki sifat memaksa dan sanksi yang tegas bagi pelanggar norma. Hukum juga berperan menjamin adanya keadilan dalam masyarakat. Hukum mempunyai peran sebagai penjaga ketertiban dalam masyarakat dengan melindungi dan menghukum pelanggar hak-hak dalam masyarakat. Kegagalan dalam mewujudkan keadilan melalui hukum menjadikan salah satu masalah yang harus segera ditangani oleh pemerintah agar kata dari adil tidak tumbang bagi masyarakat di bawah dan dapat melakukan hukum semestinya meskipun mereka adalah elit politik (Pramudia, 2019). Jika situasi dan kondisi ini tidak dapat diatasi tentu saja kata adil hanyalah sekadar topeng dan ini dapat menjatuhkan wibawa hukum dihadapan masyarakat.
Namun, nyatanya sebaliknya banyak kasus yang kita lihat bersama, sabotase, diskriminasi, pengistimewaan bagi yang di atas dalam menangani kasus. Bisa dikatakan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, istilah ini tepat untuk mendeskripsikan kondisi penegak hukum Indonesia. Akan tetapi, menurut aturan hukum ini adalah benar. Masyarakat mengungkapkan, hukum bisa dibeli oleh yang punya jabatan, kekuasaan dan yang memiliki uang berlimpah pasti akan aman dari aturan maupun belenggu sanksi. Sebaliknya, hukum berbeda pada orang yang di bawah seakan hukum dapat untuk dipermainkan.
Hukum ringkih yang terjadi di Indonesia dirasakan oleh nenek Asyani yang berumur senja didakwa mencuri kayu jati dikenakan Pasal 12 juncto Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman 5 tahun penjara bahkan dijadikan komoditas politik dan menjadi ajang pertunjukkan empati para tokoh berkepentingan (Fauzi, 2015). Adapula Hamdani yang dituduh mencuri sandal bolong divonis hukuman tahanan selama 2 bulan 24 hari.
Sedangkan para pejabat pemerintah dan pegawai negeri yang melakukan tindakan korupsi masih tetap sama hukumnya. Beberapa sel yang diberi fasilitas layaknya hotel seperti Lapas Porong, Sidoarjo Jawa Timur; Lapas Lubukpakam, Sumatera Utara; Lapas Cipinang, Jakarta Timur; Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur serta Lapas Suka Miskin ditempati oleh para pelaku korupsi.
Hukum di Indonesia bisa di ibaratkan bagaikan angin yang lewat, bisa di tiup ke kiri ataupun ke kanan asalkan ada aliran uang yang merah-merah minimal sepuluh lembar. Jeremy Bentham mengatakan hukum yang tidak adil adalah bagian dari spesies kekerasan. Keadilan hukum yang diharapkan adalah keadilan yang hukummannya harus ditegakkan oleh penegak hukum, demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Cuitan para netizen pun tak habis-habis memberikan kritik dalam beberapa kasus sebagai ungkapan rasa kecewa. Berbagai kritik pedas diarahkan pada penegak hukum untuk menyadarkan akan ketidakadilan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan yang diterapkan. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang mudah ditemukan.
Saat ini sering dijumpai penegak hukum lebih mengutamakan kepastian hukum dari pada keadilan padahal sudah jelas-jelas salah masih saja di bela, tindakan korupsi yang yang dilakukan oleh para koruptor yang licik dalam menghalalkan penegakan hukum dengan berbagai cara yang membuahkan tumpulnya peran dan tujuan hukum.
Pancasila sebagai landasan dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan ideologi yang mengandung 5 prinsip yang meliputi satu sama lain. Salah satu bunyi dari Pancasila adalah “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang merupakan sila ke-5. Hal ini sangat jelas yakni seluruh rakyat indonesia berhak mendapat keadilan tanpa terkecuali. Tidak pandang bulu, entah itu pejabat, rakyat kecil, orang kaya atau miskin.
Tujuan hukum adalah memberikan keadilan kepada setiap orang. Namun dalam realitanya hal ini sudah tidak terjadi lagi di Indonesia. Hukum Indonesia dinilai belum mampu memberikan keadilan kepada masyarakat yang tertindas. Justru sebaliknya, hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak semena-mena. Saat ini hukum di Indonesia yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan Negara dilanggar. Masyarakat biasa yang ketahuan melakukan tindakan kecil langsung ditangkap dan dijebloskan kepenjara. Sedangkan seorang pejabat Negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik Negara dapat berkeliaran dengan bebasnya. Karena hukuman itu cenderung hanya berlaku bagi orang miskin dan tidak berlaku bagi orang kaya, sehingga tidak sedikit orang yang menilai bahwa hukum di Indonesia Tumpul dan dapat dibeli dengan uang oleh Para pejabat Nakal yang bermodalkan kelicikan dan berakal kepintaran yang digunakan untuk hal yang dapat merugikan masyarakat.