DETIKDATA, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengendalikan emisi karbon dalam pembangunan dipastikan hampir rampung.
Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bidang Industri dan Perdagangan Internasional Laksmi Dhewanthi menjelaskan, Perpres ini nantinya merupakan inovasi pembiayaan untuk mencapai Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 2030.
“Saat ini rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target NDC dan pengendalian emisi karbon dalam pembangunan nasional telah memasuki tahap akhir,” jelas Staf Ahli Menteri LHK Laksmi dalam keterangan resmi yang diterima media pada Jumat malam (19/3/2021).
Lebih lanjut Laksmi menjelaskan, untuk mencapai target NDC dibutuhkan total pembiayaan hingga Rp3.461 triliun. Dana yang sangat besar ini dinilai tidak akan tercapai jika hanya bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Prepres Pengendalian Emisi Karbon ini, kata dia, memanfaatkan instrumen nilai ekonomi karbon atau dalam internasional disebut carbon pricing. Dalam merumuskan aturan ini, KLHK menggandeng Kementerian Keuangan karena terkait pendanaan dan kas negara.
“Untuk mencapai target NDC, APBN menganggarkan 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan iklim atau sebesar 3.461 Triliun Rupiah. Kalau kami hanya bertumpu pada budget pemerintah, maka ini tidak akan cukup, sehingga ada beberapa strategi yang dikembangkan oleh pemerintah,” imbuhnya.
Menurut Laksmi, saat ini ada empat strategi yang dikembangkan untuk mengatasi persoalan pendanaan aksi pengendalian perubahan iklim.
Pertama adalah kebijakan fiskal dalam bentuk pendapatan, pembelanjaan dan pembiayaan.
Kedua adalah mengembangkan instrumen-instrumen pembiayaan yang inovatif, seperti Result-Base Payment (RBP), Global dan Ritel Green Sukuk untuk membiayai poyek hijau dalam APBN, serta pelibatan dunia usaha swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk membiayai proyek infrastruktur.
Ketiga adalah meningkatkan akses terhadap pendanaan di tingkat global seperti Green Climate Fund (GCF), Global Environment Facility (GEF), dan sumber pendanaan global lainnya.
Keempat adalah meningkatkan daya tarik investasi, baik itu investasi swasta, business to business, maupun antar pemerintah atau negara.
“Maka dari itu, pada bulan Oktober tahun 2019, pemerintah telah meluncurkan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang mempunyai tugas untuk mengelola, memupuk dan menyalurkan berbagai macam pembiayaan yang dapat mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup termasuk pengendalian perubahan iklim,” katanya. (DD/WS)