Merdeka Tapi Krisis Akhlak dan Moralitas

Ifanrianus Tamang (I-Ist)

DETIKDATA – Tanggal 17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia, pada hari itu kemerdekaan Indonesia berhasil diraih berkat jasa para pahlawan.

Sudah seharusnya kita memperingati hari kemerdekaan dengan bersatu padu dalam satu tujuan, yaitu menuju Indonesia maju. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 45 alenia 1. Untuk mencapai kemerdekaan melalui perjuangan panjang, dengan pengorbanan sampai titik darah penghabisan. Rasa Nasionalisme yang melekat pada para Pahlawan hendaknya kita contoh.

Namun memaknai kemerdekaan sebagai bentuk reformasi akhlak demi masa depan bangsa nyaris hilang, di tengah maraknya beragam peristiwa kekerasan yang menciptakan isu – isu SARA dan pelanggaran HAM sebagai faktor pemicunya. Peristiwa – peristiwa kekerasan konkrit yang melibatkan kelompok – kelompok masyarakat dan pemerintah sering terjadi.

Berbagai persoalan yang melandah tanah air belakangan ini tak lepas dari bermulanya krisis kepercayaan kepada pemerintah yang dipandang sebagai faktor penyebab sangat sensitif dan emosionalnya sebagian pihak dalam menanggapi dan menyikapi berbagai persoalan.

Krisis moral atau akhlak sebagai penyakit kemanusiaan memang sering menjadi sorotan berkenaan dengan dinamika kehidupan sosial ekonomi di tengah masyarakat yang semakin rasional dan sekuler dewasa ini.

Krisis kemanusiaan ini mungkin tidak menunjukkan gejala yg vulgar dan tidak teratikulasi secara matematis karena sifatnya yang sering kali masiv, namun fenomenanya dapat terlihat dalam beragam bentuk dan kecenderungan.

Kini krisis moralitas atau sering disebut krisis sosio kultural dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sering terjadi.
Misalnya kasus polisi tembak polisi, kasus Munir Said bin Thalib beberapa tahun silam dan bentuk kasus kriminalitas lainya yang digolongkan kedalam krisis etika profesi.
Harus diakui bahwa berbagai masalah kompleks yang menimpah negeri ini tak terlepas dari kebejatan akhlak dan moralitas sebagian elite maupun masyarakat warga indonesia. Segenap komponen bangsa baik rakyat maupun elite sedang mengalami degradasi atau miskin moralitas.

Polemik seperti ini kemudian menjadi bagian yang melahirkan krisis akhlak atau moral yang luas berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM.
Apakah karena nilai agama dan budaya kini belum sepenuhnya menjadi sumber etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh penyelenggara negara dan sebagian masyarakat. Ataukah belum menyadari bahwa keberadaan masyarakat yang majemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati yang kemudian diwujudkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika?
Ini merupakan bentuk ketidakmampuan penyelenggara negara untuk mengelola kemajemukan serta dipengaruhi oleh doktrinasi politik kekuasaan yang berdampak pada terjadinya konflik yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Konflik seperti ini kini tidak bisa teratasi dengan baik dan adil oleh penyelenggara maupun masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu di perlukan penyelenggara negara yang mampu memahami dan mengelola keberagaman secara baik dan adil sehingga dapat terwujud toleransi, kerukunan sosial, kebersamaan dan kesetaraan berbangsa.

Dari berbagai permasalahan bangsa yang dihadapi saat ini tentu harus diselesaikan dengan baik melalui pembangunan agar tercipta persatuan dan kesatuan nasional yang baik. Oleh karena itu di perlukan penegakan hukum yang didasarkan pada nilai filosofis yang berorientasi pada kebenaran dan keadilan, nilai sosial yang berorientasi pada tata nilai yang berlaku dan bermanfaat bagi masyarakat serta terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu memahami dan mengelola keberagaman bangsa secara baik dan adil sehingga dapat terwujud toleransi, kerukunan sosial, kebersamaan dan kesetaraan bangsa.

Soekarno pernah berkata bahwa Negara Indonesia harus di bangun dalam satu mata rantai yang kokoh dan kuat dalam lingkungan kemakmuran bersama. Kebangsaan yang di anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri dengan hanya mencapai Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula pada kekeluargaan dan reformasi akhlak dan normalitas demi masa depan bangsa yang lebih baik.

Penulis: Ifanrianus Tamang