Mengkhayal Itu Solusi Oleh : Semuel Radja Pono, S.Pd

Mengkhayal itu penting atau tidak? Banyak orang yang menganggap bahwa mengkhayal itu merupakan pekerjaan orang malas atau lebih ngetren di anggap sebagai orang yang kurang kerjaan. Ini di sebabkan karena kebanyakan orang hanya melihat apa yang harus dibuat dan dihasilkan oleh seseorang, tampa berpikir bahwa orang yang tidak melakukan sesuatu hal bukan berarti dia tidak mampu menghasilkan sesuatu, tetapi mungkin orang tersebut sementara membayangkan apa yang akan dihasilkan dengan situasi maupun keadaan yang sedang dialami. Mengakhayal bukanlah sesuatu yang salah dalam kehidupan seseorang, tergantung dari apa yang dia khayalkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengkhayal merupakan menggambarkan (melukiskan) dalam angan-angan. Jadi seseorang apabila sedang mengkhayal maka ia sama dengan sedang berusaha memahami dan memenuhi apa yang harus ia tepati dalam kehidupan yang sedang di jalani.

Dalam dunia pendidikan rasio penggunaan pola pikir dan perasaan merupakan dua hal yang berbeda tetapi selaras. Pola pikir di kembanga dengan nalar yang tinggi terhadap sebuah permasalahan, sedangkan perasaan terkadang dilahirkan dari khayalan level tinggi yang menghadirkan inspirasi dalam pembentukan pola pikir yang kreatif, inovatif dan efektif. Seperti halnya seorang penyair, dalam menghasilkan sebuah karya yang di senangi oleh semua orang, ia harus bisa menciptakan sebuah dunia khayalan yang mampu diadaptasikan dalam rasa dan nalar yang disenangi oleh semua orang. Inilah yang harus dilakukan oleh seorang guru Bahasa Indonesia dalam membimbing siswa untuk menghasilkan karya-karya yang bersifat kreatif dan dapat dipublikasikan.

Dilihat dari tingkat kebutuhan dunia pendidikan yang lebih pragmatis dan fleksibel maka sistem pembelajaran tidak hanya di titik beratkan pada apa yang dibutuhkan oleh guru dan kurikulum sebagai pengatur siklus pembelajaran, tetapi harus lebih melihat pada apa yang dibutuhkan oleh siswa dalam mengembangkan kemampuan yang sudah ada tetapi belum terlihat oleh publik. Tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit dari siswa yang memiliki potensi yang besar untuk bisa mengapresiasikan perasaan dan nalar mereka, tetapi ironinya itu semua ditutup dan dileburkan dalam keegoisan kurikulum yang mengikat dan mengutamakan ketuntasan dalam sebuah kultur studi yang penuh dengan kekakuan. Banyak guru Bahasa Indonesia yang mampu mendekatkan konsep keilmuan dalam pembelajaran puisi ataupun narasi, tetapi sulit untuk membuat siswa menciptakan ide dalam mengembangkan konsep menjadi produk yang kongkrit.

Seperti masalah yang ditemukan oleh penulis dalam memberikan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri Nunbena, terutama dalam pembelajaran yang sifat menciptakan sebuah karya, baik itu puisi ataupun narasi, dimana peserta didik sulit menemukan bagaimana caranya bisa menciptakan ide untuk mengembangkan sebuah karya. Hal ini disebabkan karena sering kali peserta didik berpikir bahwa untuk menciptakan sebuah karya perlu ide-ide yang sama denga apa yang ada dalam contoh-contoh yang tersedia dalam buku pembelajaran. Selain itu keterikatan pemahaman siswa terhadap ilustrasi-ilustrasi kongkrit yang terdapat dalam buku-buku pembelajaran akhirnya mematikan kreatifitas siswa dalam mengembangkan imajinasinya dalam membentuk sebuah karya. Peserta didik pada umumnya memiliki khayalan, akan tetapi terkadang peserta didik mengalami kesulitan dalam mengembangkan khayalan menjadi imajinasi yang membawa mereka kedalam ide yang mampu menghasilkan sebuah karya.

Dari sinilah maka penulis melihat bahwa dalam meningkatkan daya imajinasi peserta didik di SMA Negeri Nunbena dalam menciptakan sebuah karya pada pembelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya bisa menggunakan pembelajaran retorika dalam pembentukan pemahaman, tetapi harus memunculkan apa yang dibutuhkan sebagai dasar pengembangan imajinasi peserta didik dalam membentuk ide sebagai tujuan pembelajaran. Dalam pengembangan imajinasi peserta didik, penulis menggunakan angan dan khayalan sebagai proses pembentuk ide untuk menciptakan apa yang akan dihasilkan. Seperti yang diungkapkan oleh Nevid dalam buku nya Grandiose Fantasies “fantasi dapat dilukiskan sebagai fungsi yang memungkinkan manusia untuk berorientasi dalam alam imajinasi melampaui dunia rill”. (http://digilib.uinsby.ac.id di akses 25/03/2022), Selain itu ada juga pernyataan “Fantasi (khayalan, angan-angan, imagination) adalah kekuatan jiwa untuk menciptakan tanggapan baru dalam jiwa kita dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang telah dimiliki. (Abu Ahmadi, 2009:8)

Oleh sebab itu dalam meningkatkan daya imajinasi peserta didik, maka peserta didik harus diberikan ruang yang luas untuk mereka bisa mengembangkan khayalan mereka menjadi imajinasi. Dari sinilah maka penulis melihat bahwa khayalan merupakan suatu solusi yang tepat untuk bisa menciptakan ide-ide yang dimiliki oleh peserta didik. Permasalahan tentang bagaimana mengearahkan peserta didik untuk mampu menciptakan ide yang awalnya susah, akhirnya bisa terpecahkan dengan pengembangan khayalan sebagai titik dasar dalam menciptakan ide yang akan menghasilkan sebuah karya.

Dalam mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penulis untuk menghasilkan karya, maka hal yang dilakukan oleh penulis adalah membawa peserta didik keluar dari kebiasaan pembelajaran pada umumnya, dengan menggunakan metode pembelajaran discoveri, di mana guru mendorong siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan atau konsep baru. Guru harus memotivasi bagaimana siswa menyimpulkan sendiri konsep atau formula yang sedang dipelajari (https://akupintar.id di akses 25/03/2022) Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pembelajaran diluar kelas. Adapun tujuan nya adalah bagaimana menimbulkan khayalan peserta didik dengan mengutamakan alam sekitar menjadi objek pengembangan ide.

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran dengan menggunakan khayalan sebagai landasan proses pembentukan ide. Pertama, peserta didik diajak keluar kelas, dan dibawa ke pegunungan sekitar sekolah untuk melakukan pembelajaran di alam terbuka; Kedua, setelah peserta didik berada di lokasi tempat dilaksanakannya pembelajaran maka peserta didik diminta mengamati alam dari sudut pandang setiap peserta didik; Ketiga, setelah peserta didik mengamati, maka peserta didik diminta untuk mengkhayalkan sebuah peristiwa yang dikaitkan dengan alam sekitar yang sedang di amati sebagai latar peristiwa; Keempat peserta didik diarahkan untuk mengubah khayalannya kedalam bentuk ide yang kongkrit untuk dikembangkan menjadi narasi ataupun puisi sesuai dengan pengembangan materi yang diajarkan; Kelima, setelah peserta didik mengubah ide yang telah dibuat menjadi sebuah karya, baik itu puisi maupun narasi maka peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasil karya yang telah dibuat; Keenam, setelah peserta didik mempresentasikan hasil, maka penulis bersama peserta didik membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Berdasarkan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh penulis dengan menggunakan khayalan sebagai landasan proses pembentuk ide, maka hasil yang didapatkan adalah siswa lebih cepat dalam menentukan ide dalam menciptakan karya yang di minta oleh penulis. Biasanya apabila peserta didik diminta membuat sebuah karya baik itu puisi maupun narasi, maka waktu untuk mendapatkan ide sangatlah lama, akan tetapi dengan cara yang telah dilakukan oleh penulis maka peserta didik lebih gampang dan cepat dalam mendapatkan ide untuk menghasilkan sebuah karya.

Dari sini dapat penulis simpulkan bahwa dalam mengembangkan pola pikir peserta didik untuk menghasilkan sebuah ide, menghayal merupakan landasan proses menciptakan imajinasi dalam pembentukan ide. Oleh sebab itu dalam memberikan pembelajaran dan kususnya pada bidang Bahasa Indonesia, apabila menemukan peserta didik sedang menghayal janganlah kita memarahi atau membatasinya, akan tetapi hal yang harus dilakukan adalah mengarahkan peserta didik tersebut untuk mengembangkan khayalannya untuk menciptakan imajinasi yang kreatif dan memiliki nilai untuk pengembangan pola pikirnya. Maka dari konsep pola pikir ini, marilah kita sebagai pendidik janganlah membatasi peserta didik kita dalam mengembangkan khayalan mereka, karena merujuk dari sejarah bahwa semua para penemu dan orang-orang hebat berasal dari kelompok penghayal gila yang memiliki seribu imajinasi yang telah berkembang menjadi ilmu pengetahuan.

*Penulis Guru Bahasa Indonesia SMAN Nunbena