Oleh: Paulus Y. Mei Bone, S.Sos
Dalam kehidupan bermasyarakat baik itu pada kalangan anak-anak hingga orang tua sudah tidak asing lagi dengan kata demokrasi.
Masyarakat sering mendengar bahkan telah menerapkan namun pada sebagian besar orang salah dalam penerapannya.
Secara etimologis dalam bahasa Yunani demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara harafiah apabila digabungkan memiliki makna kekuasaan ditangan rakyat. Selain itu, demokrasi juga diartikan sebagai dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pesta demokrasi merupakan pesta rakyat dimana masyarakat sangat berperan penting sebagai penentu masa depan suatu daerah atau negara. Disini masyarakat diberikan kebebasan seluas-luasnya menurut aturan untuk menentukan masa depannya sendiri melalui hak pilih. Dengan Hak pilih masyarakat dapat menentukan siapa yang layak menduduki jabatan pada jabatan terendah yakni kepala desa hingga presiden. Perlu diketahui bahwa pesta demokrasi bukan dikhususkan kepada Para Pejabat sehingga masyarakat memilih mengikuti arahan dari para pejabat melainkan masyarakat memilih menurut hari nuraninya.
Dari hak pilih tersebut masyarakat cenderung mengharapkan kata “kesejahteraan” menjadi kenyataan.
Namun dalam pengimplementasian terdapat hal-hal yang tidak diinginkan baik pada tahap pemilihan hingga pada tahap kinerja, salah satunya Politik Uang atau Money politic.
Politik uang merupakan salah satu bentuk suap dari cari tertentu kepada masyarakat agar mendapatkan hak suara untuk menduduki jabatan tertentu.
Dari data menurut Lembaga survei Indonesia (LSI) pada Minggu, 10 Januari 2020 lalu, LSI mencatat 21,9% responden diwilayah pilkada 2020 yang pernah satu atau dua kali ditawari uang/barang untuk memilih calon gubernur tertentu. Lalu 4,7% responden mengaku beberapa kali ditawari uang/barang untuk memilih calon gubernur tertentu.
Ini merupakan bukti kalau pada beberapa jabatan yang diduduki diduga kuat terdapat politik uang.
Terkadang para calon bermotif ingin membantu masyarakat seolah-olah menjadi pahlawan dan ingin memperjuangkan kehidupan masyarakat. Biasanya para calon memberikan janji-janji dengan kalimat “Apabila Saya Terpilih maka Saya AKAN ************”.
Pertanyaannya mengapa harus terpilih baru mau bekerja? Dari pertanyaan ini dapat masyarakat tahu bahwa orang dengan keterpanggilan untuk memperjuangkan kehidupan masyarakat bukan sudah menduduki jabatan baru bekerja namun sejak belum menduduki jabatan juga dirinya sudah menjadi benteng dalam memperjuangkan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
Sehingga salah satu contoh tersebut merupakan motif untuk menduduki jabatan tertentu.
Apabila calon terpilih dengan politik uang serta janji-janji palsu itu maka jangan heran lagi kalau adanya penerapan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Salah satu penerapan KKN yakni politik uang sehingga adanya KKN dapat mempertahankan kehidupan masyarakat yang akan tetap seperti dulunya/jauh dari kata sejahtera.
Dengan demikian, penulis sangat mengharapkan agar masyarakat mampu memilah yang baik dan buruk. Masyarakat mampu membaca motif politik uang dan harus menolak penerapannya dilingkungan masyarakat,
Serta mampu membaca janji-janji palsu dari para calon karena yang menentukan nasib masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.