Hakordia 2021: Ini Titik Rawan Tipikor Hasil Identifikasi KPK

DETIKDATA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi sejumlah titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pemerintah Daerah (Pemda), sehingga perlu dilakukan upaya serius guna mencegah terjadinya tindak pidana ini.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK, Lili Pantauli Siregar, dalam Seminar Nasional Penguatan Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa, di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis (2/12/2021), sebagai rangkaian dari acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021.

“Upaya serius itu salah satunya sesuai motto Hakordia 2021 ini yakni ‘Satu Padu Bersama Membangun Budaya Antikorupsi’, ini juga sesuai dengan arah kebijakan Presiden Republik Indonesia dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, tujuannya tentu sebagai kolaborasi antarlembaga, instansi untuk mencegah terjadinya tipikor dan fokus pada pencegahan,” kata Lili Pintauli Siregar.

Ia mengungkapkan, kolaborasi ini penting terutama guna mengatasi titik-titik rawan korupsi yang haru serius ditangani serat ditanggapi bersama. Titik rawan itu antara lain di bagian pembagian pengaturan jatah pada proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), meminta atau menerima hadiah pada saat proses perencanaan APBD bisa berupa uang ke dalam pembahasan dan pengesahan APBD.

Selain itu termasuk juga saat penyampaian pokok-pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang tidak sah di proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ), sehingga saat pelaksanaannya terjadi penurunan spesifikasi atau kualitas pekerjaan dan barang.

Titik rawan lainnya juga adanya pemotongan oleh para bendahara, pungutan liar (pungli) dalam setiap hal yang berhubungan dengan pelayanan publik, proses pembahasan dan pengesahan sebuah regulasi, proses rekrutmen, promosi atau mutasi dan juga rotasi kepegawaian yang cenderung mengarah pada jaul beli jabatan, serta dalam hal pengelolaan terhadap pendapatan daerah yang tidak transparan sehingga akhirnya terjadi kebocoran penerimaan.

Potensi Tipikor di PBJ Dominan

Lili Pintauli Siregar menuturkan, aksi pencegahan korupsi pada titik-titik rawan ini baik yang didorong oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) maupun oleh Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK bermula dari identifikasi atas berbagai titik rawan korupsi, terurama mark-up pada pelaksanaan PBJ serta penurunan spesifikasi atau kualitasnya.

“Kami melihat adanya modus korupsi pada tahapan proses PBJ mulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pertanggungjawaban. Untuk itu, kami mendorong pemerintah daerah untuk membangun Unit Kerja Pengadaan Barang Jasa (UKPBJ) yang berintegritas,” tutur Lili.

Berdasarkan data KPK, sebut Lili, sejak 2004 hingga Juni 2021, terdapat 241 kasus terkait PBJ yang ditangani KPK. Selain itu, lanjutnya, sepanjang 2020 hingga Maret 2021 ada 36 kasus terkait infrastruktur.

Untuk itu menurut Lili, KPK meminta komitmen Pemda untuk melakukan pembenahan tata kelola agar proses PBJ dilaksanakan secara transparan, akuntabel dan berkelanjutan, serta bebas intervensi yang tidak sah dari pihak manapun.

Di sisi lain, dia juga menegaskan pihaknya akan terus mengawal dan memastikan pelaksanaannya bebas dari korupsi.

“Pembinaan dan pengawasan yang ketat juga perlu dilakukan oleh Gubernur, Dirjen Otonomi Daerah bersama dengan LKPP. Dalam membangun UKPBJ yang berintegritas dapat tercipta bila lembaga-lembaga terkait mendukung upaya serta memiliki organisasi yang konsisten melakukan tindakan sesuai nilai, tujuan dan tugas,” tegas Lili.

Kalsel Habiskan Rp1,2 Triliun untuk PBJ selama 2021

Sementara itu Gubernur Kalsel H. Sahbirin Noor, yang hadir membuka seminar ini turut menyampaikan bahwa PBJ merupakan kegiatan yang cukup besar menggunakan keuangan negara.

Setiap tahun anggaran untuk belanja barang dan jasa mencapai angka triliunan rupiah.

“Di lingkungan Pemprov Kalsel, hingga November 2021, realisasi belanja PBJ mencapai Rp1,2 Triliun,” katanya.

Memang, sambungnya, PBJ ini dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Hampir seluruh kegiatan pemerintah seperti membangun infrastruktur, fasilitas pendidikan, kesehatan, peningkatan pelayanan dan sektor lain akan bersentuhan dengan PBJ.

“Oleh karena itu, PBJ pemerintah perlu sistem manajemen yang mumpuni, kelembagaan yang kuat, termasuk peningkatan kompetensi SDM dan pejabat Fungsional didalamnya,” terang Sahbirin.

Pemprov Kalsel, ia mengungkapkan juga terus berupaya melakukan transformasi ke arah digitalisasi dalam PBJ. Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi “SI BEKANTANS” pada 16 November 2021 lalu sebagai implementasi program Belanja Langsung Pengadaan dan per hari ini nilai transaksi melalui aplikasi sudah mencapai Rp1,2 Miliar.

Acara Seminar Nasional Penguatan Transparansi dan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Hakordia 2021 yang digelar di Banjarmasin, Kalsel ini selain Pimpinan KPK dan Gubernur Kalsel, juga menghadirkan narasumber Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Emin Adhy Muhaemin, Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Agustina Arumsari serta Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yudha Mediawan. (DD/US)