DETIKDATA, JAKARTA – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim melalui dokumen Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK), Alue Dohong, menjelaskan strategi itu merupakan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), untuk menjamin tercapainya tujuan Paris Agreement (PA) dalam menahan kenaikan suhu global.
“Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H yang menyatakan bahwa negara harus menjamin kehidupan dan lingkungan yang layak bagi warga negaranya, yang kemudian mendasari komitmen Indonesia untuk perubahan iklim,” ujar Wamen LHK dalam telekonferensi bersama dengan awak media di Jakarta pada Jumat (27/8/2021).
Lebih lanjut Wamen LHK menjelaskan, strategi jangka panjang tersebut adalah dengan meningkatkan ambisi pengurangan GRK melalui pencapaian puncak emisi GRK nasional pada 2030.
Dalam hal ini, kata dia, sektor kehutanan dan lahan lainnya atau Forestry and Other Land Use (FoLU) sudah mencapai kondisi bersih (net sink), dengan capaian 540 metrik ton (Mton) emisi karbondioksida (CO2e) pada 2050.
Strategi ini, lanjut dia, juga mengeksplorasi peluang untuk mencapai perkembangan lebih cepat menuju emisi net-sink dari seluruh sektor pada 2060 medatang.
“Diproyeksikan sektor FoLU akan berkontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi GRK yang ingin diraih oleh Indonesia,” imbuh dia.
Menurut Wamen LHK, sumber daya yang sangat besar Untuk mengimplementasikan skenario dimaksud, terutama menuju net sink 2030.
Untuk itu, lanjut dia, diperlukan dukungan dan kerjasama dari para pihak, baik lintas Kementerian-Lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, dan lainnya.
“Saat ini KLHK telah menyusun Dokumen Rencana Operasional Indonesia Rendah Karbon (Carbon Net Sink) di sektor FoLU 2030,” kata dia.
Dia berharap dokumen yang disusun dengan pendekatan analisis spasial ini dapat digunakan sebagai panduan, khususnya bagi sektor kehutanan dan lahan di Indonesia, untuk dapat mengakselerasi aksi penurunan emisi gas rumah kaca yang sedang diselenggarakan saat ini.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Dirjen PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi menambahkan, pihaknya juga telah mengembangkan berbagai macam modalitas atau support system untuk memastikan apa yang direncanakan di NDC bisa tercapai.
Support system tersebut diantaranya adalah strategi dan peta jalan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Sistem Inventori Gas Rumah Kaca (GRK), Sistem Registri Nasional (SRN), Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK), Program Kampung iklim (Proklim), dan lainnya.
“Support system ini terus berkembang dan bergerak sesuai dengan kebutuhan karena tantangan dan strategi ke depan memerlukan dukungan,” jelas Dirjen PPI KLHK.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (Dirjen PKTL) KLHK Ruandha A. Sugardiman menyatakan, ada enam aksi mitigasi utama di sektor FoLU, antara lain:
Kegiatan pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan atau REDD+, pembangunan hutan tanaman industri, pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan, pengelolaan lahan gambut termasuk mangrove, dan peningkatan peran konservasi keanekaragaman hayati.
“Program pokok untuk menuju Net Sink FoLU 2030 diantaranya pengurangan emisi dari deforestasi dan lahan gambut sampai dengan penegakan hukum, serta dilengkapi implementasi pengembangan sistem informasi dan kampanye publik,” tutur Dirjen PKTL KLHK.
Dalam pengelolaan hutan lestari, aksi mitigasi sektor FoLU diantaranya melalui upaya penerapan Silvikultur Intensif (SILIN), Reduced Impact Logging (RIL)-C, dan Enhanced Natural Regeneration.
Sedangkan dalam hal rehabilitasi hutan, upaya mitigasi dalam hal ini adalah dengan rehabilitasi hutan dengan rotasi dan non rotasi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan (Plt Dirjen PDASRH) Helmi Basalamah menjelaskan upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) pada periode 2015-2020 antara lain luas yang telah dilaksanakan mencapai 574.556 hektare (Ha) dengan jumlah bibit 341.688.072 batang.
Sedangkan pada kawasan hutan mangrove, lanjut dia, pada 2020 telah dilaksanakan upaya RHL hingga 18.704 ha dengan jumlah bibit 74.788.914 batang.
“Produksi bibit di Kebun Bibir Rakyat (KBR) dan Kebun Bibit Desa (KBD) telah mencapai 105.572.192 batang. Produksi Bibit Persemaian Permanen dan Bibit Produktif mencapai 211.719.821 batang. Sehingga total produksi bibit pada periode 2015 hingga 2020 sebesar 733.768.999 batang,” kata dia. (DD/WS)