DETIKDATA, KUPANG – 12 tahun mengabdi sebagai pegawai di Institut Agama Kristen Negeri (IAKAN) Kupang tidak diberikan rekomendasi dalam proses seleksi, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), Rektor lebih mengutamakan Istri dari salah satu pejabat Kampus.
Hal ini disampaikan Mantan Rektor IAKN Kupang, Dr. Harun Y. Natonis, M.Si., kepada tim media ini di Kota Kupang. Rabu (4/6/25).
Harun menilai seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja sarat kejanggalan dan bertentangan dengan prinsip meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam dunia akademik.
“Rektor IAKN Kupang diduga ‘pilih kasih’ dan lebih mementingkan istri Pejabat Kampus dalam proses seleksi P3K di IAKAN KUPANG, dibanding pegawai yang sudah mengabdi 12 tahun. Kejadian ini, sangat bertentangan dengan prinsip meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam dunia akademik,” ujar Harus.
Harun menjelaskan bahwa, pegawai itu sudah aktif 12 tahun di Lembaga Pendidikan, dan kenapa pegawai tersebut tidak bisa mengikuti seleksi PPPK?, dan kenapa rekomendasi itu harus ke istri dari Pejabat Kampus itu?, padahal pegawai itu sementara aktif sebagai tenaga pramubakti.
“Mengapa pegawai yang mengabdi selama 12 tahun tidak diberikan rekomendasi untuk mengikuti seleksi PPPK. Malah jatahnya di dialihkan kepada Istri Pejabat Kampus yang selama ini bukan pegawai IAKN Kupang. Tindakan Rektor sangat konyol, dan ini sangat jelas praktik nepotisme,” ucapnya geran.
Ia menilai proses seleksi PPPK di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang tersebut sarat kejanggalan dan bertentangan dengan prinsip meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam dunia akademik.
“Ini perlakuan yang tidak adil dan mencederai nilai-nilai akademik. Bagaimana mungkin seseorang yang telah bekerja sejak 2012 dan masih memiliki SK aktif hingga akhir 2024 tiba-tiba dianggap tidak aktif?,” tegas Harun heran.
Yang lebih memprihatinkan, lanjutnya, posisi yang sebelumnya diisi oleh pegawai tersebut kini justru diberikan kepada istri salah satu pejabat kampus. Individu tersebut, menurut Harun, tidak pernah tercatat sebagai tenaga honorer maupun pramubakti di lingkungan IAKN Kupang.
“Jika ini benar, maka kita sedang menghadapi praktik nepotisme yang sangat jelas. Ini bukan hanya persoalan administrasi, tapi persoalan etika dan integritas institusi,” tandas Harun.
Lebih jauh, Dr. Harun mempertanyakan arah kebijakan pimpinan baru IAKN Kupang yang belum genap satu tahun menjabat, namun sudah mengeluarkan keputusan-keputusan yang dinilainya berpotensi merugikan pegawai lama yang telah loyal dan berdedikasi.
“Apakah pimpinan baru betul-betul mengenal sejarah dan kontribusi para pegawai ini? Atau hanya mengikuti agenda kelompok tertentu?” lanjunya.
Ia pun mendesak evaluasi menyeluruh terhadap proses seleksi PPPK yang tengah berlangsung. Menurutnya, proses ini harus dibuka secara transparan dan adil agar kepercayaan publik terhadap institusi akademik tidak luntur.
“Saya menyerukan kepada semua pihak, terutama Kementerian Agama dan lembaga pengawas kepegawaian, agar segera melakukan investigasi independen. Dunia akademik seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan dan profesionalisme, bukan tempat subur untuk praktik-praktik kotor,” pungkasnya.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya sistem seleksi yang berbasis pada kompetensi dan rekam jejak kerja, bukan pada relasi kekuasaan. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin integritas lembaga pendidikan tinggi keagamaan akan makin diragukan oleh masyarakat luas.
Perlu diketahui bahwa tim media ini telah berusaha untuk mengkonfirmasi Rektor IAKN Kupang melalui pesan WhatsApp pribadinya pada Rabu Malam, namun, hingga berita ini diturunkan belum ada respon dari Rektor IAKN Kupang. (DD/SN)