DETIKDATA, KUPANG – Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT, Meridian Dewanta Dado, SH, dalam Rilis Pers yang diterima Detikdata, provinsi Nusa Tenggara Timur, Sabtu (26/09/2020).
Selaku Kuasa Hukum Terdakwa Muhammad Ruslan maka kami patut menilai bahwa Kejati NTT dibawah kepemimpinan Dr. Yulianto terkesan telah berupaya menutupi dugaan keterlibatan Absalom Sine dalam Skandal Korupsi Bank NTT Cabang Surabaya atau lebih dikenal sebagai Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, padahal dalam proses pemberian kredit untuk Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan (UD. Makmur Jaya Prima) dan para debitur lainnya maka Absalom Sine adalah berkedudukan selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat yang merupakan pejabat pemutus kredit tertinggi sehingga diyakini bahwa seandainya pada saat itu Absalom Sine selaku pejabat pemutus kredit tertinggi memutuskan menolak menyetujui permohonan kredit oleh UD. Makmur Jaya Prima / Terdakwa Muhammad Ruslan dan juga para debitur lainnya maka dipastikan tidak akan pernah muncul Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan keuangan negara senilai Rp. 127 miliar.
Pada Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Klien kami Muhammad Ruslan selaku Terdakwa dalam kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, terungkap bahwa pada tahun 2019 Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat yang merupakan pejabat pemutus tertinggi dalam kredit oleh UD. Makmur Jaya Prima yang dinakhodai Terdakwa Muhammad Ruslan, setelah menerima berkas permohonan kredit tersebut, berdasarkan saran pendapat dari analis Bank NTT Kantor Cabang Surabaya dalam Laporan Analis Kredit (LAK), pendapat dan usulan Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya, LAK analis kredit Bank NTT Kantor Pusat, pendapat Head Group Line Bisnis (HGLB) Komersil Bank NTT Kantor Pusat, pendapat Kepala Divisi Pemasaran Kredit sebagaimana terlampir dalam berkas permohonan kredit yang pada pokoknya menyetujui permohonan kredit tersebut serta dengan memperhatikan profil perusahaan dan keuangan dari UD. Makmur Jaya Prima sebagaimana dalam berkas permohonan kredit, maka Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT pada tanggal 21 Januari 2019 bertempat di Bank NTT Kantor Pusat di Kota Kupang memberikan keputusan menyetujui permohonan kredit dengan ketentuan dan syarat sebagaimana tertuang dalam disposisinya tertanggal 21 Januari 2019.
Atas persetujuan kredit dari Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat yang merupakan pejabat pemutus tertinggi dalam kredit oleh UD. Makmur Jaya Prima yang dinakhodai Terdakwa Muhammad Ruslan maka Benny R. Pellu selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat pada tanggal 23 Januari 2019 bertempat di Bank NTT Kantor Pusat di Kota Kupang membuat dan menandatangani Surat Persetujuan Kredit Nomor : 49/ROTe/I/2019 tanggal 23 Januari 2019, perihal persetujuan kredit, yang isi lengkapnya menyampaikan persetujuan atas surat dari Bank NTT Kantor Cabang Surabaya No. 545/015-Krd/XII/2018 perihal Rekomendasi Kredit KMK-RC An. UD. Makmur Jaya Prima / Terdakwa Muhammad Ruslan dengan Plafon Kredit senilai Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh miliar rupiah).
Menindaklanjuti Disposisi Persetujuan Kredit tertanggal 21 Januari 2019 dari Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat pada saat itu dan Surat Persetujuan Kredit tertanggal 23 Januari 2019 dari Benny R. Pellu selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat, maka Didakus Leba selaku Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya dan Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan selaku penanggung jawab UD. Makmur Jaya Prima pada tanggal 28 Januari 2019 bertempat di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya telah menandatangani akad perjanjian kredit di hadapan Notaris Maria Baroroh, SH dengan nilai kredit senilai Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh miliar rupiah).
Selanjutnya Didakus Leba selaku Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya walaupun mengetahui terhadap kredit dengan debitur atas nama UD. Makmur Jaya Prima senilai Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh miliar rupiah) belum dapat diserahkan ke bagian operasional untuk kepentingan pencairan kredit karena masih terdapat syarat-syarat yang belum terpenuhi yaitu Akta Jual Beli (AJB) tidak diserahkan sehingga tidak dapat diikat sempurna, Jaminan Sertifikat tidak ditemukan asuransi agunan berupa bangunan tidak ditemukan, namun Didakus Leba tetap menyerahkan berkas permohonan kredit ke bagian operasional yang berada dalam kendali dan wewenang Bong Bong Suharso selaku Wakil Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya, sehingga pada tanggal 11 Februari 2019 Bong Bong Suharso bertempat di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya telah menyetujui dan melakukan pencairan kredit senilai Rp. 40.000.000.000,- (empat puluh miliar rupiah) ke rekening KMK-RC UD. Makmur Jaya Prima atas nama Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan.
Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya bukan hanya mengorbankan Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan tapi juga melibatkan 6 debitur lainnya dalam satu barisan yang didalangi oleh Terdakwa Stefanus Sulayman dan kaki tangannya bernama Dewi Susiana Effendi (Tersangka dalam Daftar Pencarian Orang), dimana baik Terdakwa Stefanus Sulayman dan Dewi Susiana Effendi bersama-sama berperan mengatur dan mengurus pengajuan kredit oleh Terdakwa Muhammad Ruslan dan para debitur lainnya dengan menggunakan data-data dan dokumen palsu berupa laporan keuangan yang dimanipulasi, laporan audit KAP yang tidak dilakukan secara profesional dan laporan hasil penilaian agunan oleh KJPP yang telah dimark-up demi mengelabui dan mempengaruhi para pejabat di Bank NTT yang berwenang memutuskan permohonan kredit yang diajukan, namun anehnya dari kalangan pejabat-pejabat Bank NTT maka pihak Kejati NTT justru hanya menjadikan Pimpinan dan Wakil Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya yaitu Didakus Leba dan Bong Bong Suharso selaku pihak-pihak yg dituntut menjadi terdakwa di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang, padahal ada pejabat-pejabat penting lainnya pada Bank NTT Kantor Pusat dalam alur rangkaian keputusan menyetujui pemberian kredit bagi Terdakwa Muhammad Ruslan cs yaitu dimulai dari Didakus Leba selaku Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya walaupun dia mengetahui permohonan kredit Terdakwa Muhammad Ruslan dan para debitur lainnya tidak layak sehingga
sudah seharusnya ditolak dan tidak perlu direkomendasikan namun Didakus Leba tetap merekomendasikan permohonan kredit Terdakwa Muhammad Ruslan dan para debitur lainnya kepada Bank NTT Kantor Pusat di Kota Kupang untuk disetujui oleh Pejabat Pemutus Kredit yang berwenang secara berjenjang dari Analis Kredit Bank NTT Kantor Pusat, HGLB Komersil, Kepala Divisi Pemasaran Kredit Komersil dan terakhir sebagai pejabat pemutus kredit tertinggi yaitu Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat.
Apabila merujuk pada Keputusan Direksi Bank NTT Nomor : 111 Tahun 2012 Tentang Kewenangan Memutus pada Pasal 6 ayat (1) dan (2) didalilkan secara tegas bahwa Permohonan Kredit hanya dapat dikabulkan kalau semua persyaratan telah lengkap, hal itu berarti bahwa dalam proses Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya, Absalom Sine selaku pejabat pemutus kredit yang selama ini dikenal mahir, profesional, jujur, objektif dan cermat dalam perannya memberikan keputusan menyetujui permohonan kredit seharusnya pada saat itu dia sudah bisa memastikan bahwa para debitur yang akan diputus kreditnya telah sesuai dengan Pasar Sasaran (PS) dan Kriteria Risiko yang Dapat Diterima (KRD), dia harus meyakini kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam putusan kredit, dia wajib meyakini dokumen yang mendukung putusan kredit telah lengkap, berlaku, sah, dan berkekuatan hukum dan dia semestinya meyakini bahwa analisis dan evaluasi kredit telah dilakukan dengan benar, lengkap dan memadai, sehingga tercermin kekuatan / kelemahan debitur dan usahanya serta adanya proyeksi cashflow yang mendukungnya.
Terlepas dari adanya tudingan miring bahwa Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT yang merupakan pejabat pemutus tertinggi pada saat itu disebut-sebut turut menerima uang senilai Rp 1,5 miliar yang diserahkan oleh Stafnya Stefanus Sulayman atas nama Dewi Susiana Effendi sebagai fee atas keputusan menyetujui permohonan kredit bagi Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan dan para debitur lainnya, maka Kejati NTT sebetulnya bisa segera secara tegas melakukan penyidikan terhadap Absalom Sine selaku pejabat pemutus kredit tertinggi dan menetapkannya selalu Tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang berakibat merugikan keuangan negara ratusan miliar rupiah pada proses Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya, sebab terdapat indikasi-indikasi yang sangat kuat bahwa Absalom Sine diduga tidak memastikan bahwa kredit yang diberikannya telah memenuhi ketentuan perbankan dan sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat serta prinsip kehati-hatian, dia diduga tidak memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit, dia diduga tidak memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat, dan seksama serta terlepas dari pengaruh pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit, serta dia diduga tidak memastikan secara lengkap dan valid bahwa kredit yang diberikan dapat dilunasi kembali pada waktunya dan tidak akan berkembang menjadi
kredit bermasalah.
Menurut Kejati NTT maka tindakan Pimpinan dan Wakil Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya yaitu Didakus Leba dan Bong Bong Suharso yang menyetujui dan mencairkan kredit bagi Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan dan para debitur lainnya tersebut dikualifisir sebagai FRAUD atau merupakan tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan demikian semestinya tindakan Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat dan pejabat pemutus kredit tertinggi yang pada tanggal 21 Januari 2019 memberikan keputusan menyetujui permohonan kredit dengan ketentuan dan syarat sebagaimana tertuang dalam disposisinya tertanggal 21 Januari 2019 juga seharusnya bisa dikategorikan sebagai FRAUD sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum (“POJK 39/2019”), sebab Absalom Sine selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat dan pejabat pemutus kredit tertinggi pada waktu itu diduga telah dengan sengaja melakukan pembiaran atau terindikasi tidak melakukan pengawasan secara aktif guna mengendalikan dan mendeteksi resiko terjadinya FRAUD yang dilakukan oleh Pimpinan dan Wakil Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya yaitu Didakus Leba dan Bong Bong Suharso sehingga proses Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya akhirnya justru berujung menjadi perkara korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp. 127 miliar.
Publik menduga kuat bahwa sikap Kejati NTT yang seolah-olah menutupi dugaan keterlibatan Absalom Sine selaku pejabat pemutus tertinggi dalam kredit atas Klien kami Terdakwa Muhammad Ruslan dan para debitur lainnya tersebut dikarenakan Istri dari Absalom Sine yaitu Henderina Malo merupakan salah satu Jaksa senior dan menjabat selaku Koordinator di Kejati NTT, oleh karenanya situasi tersebut bisa menjadi salah satu alasan yang valid bagi KPK untuk mengambil alih penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan keuangan negara senilai Rp. 127 miliar itu sebab sesuai UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2OO2 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI pada Pasal 10 A menyatakan :
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh
kepolisian atau kejaksaan.
(2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan :
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi
yang sesungguhnya;
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan
eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak
pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. (DD/AM)