DETIKDATA, JAKARTA – Meningkatnya frekuensi penggunaan internet sebagai sumber informasi yang diakses oleh masyarakat semenjak terjadinya pandemi perlu diimbangi dengan peningkatan pengetahuan literasi digital.
Oleh karena itu, dibutuhkan pengetahuan literasi digital agar masyarakat, khususnya perempuan dan anak dapat melakukan proses saring informasi secara mandiri.
Atas kondisi demikian, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Agung Putri Astrid menekankan pentingnya peranan perempuan sebagai jendela informasi bagi keluarga dan masyarakat.
Lebih lanjut Agung Putri Astrid mengatakan, kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19 menjadikan ruang fisik dan sosial itu hilang, dan diganti menjadi ruang di internet.
“Meski demikian, kita juga melihat kesenjangan dalam mengakses internet di masyarakat. Menurut data BPS di tahun 2019, presentase pengguna internet laki-laki pada kisaran di 53,13 persen, sementara perempuan berkisar 46,87 persen, padahal perempuan punya peran cukup besar dalam isu nasional seperti ekonomi dan keluarga,” ujarnya sebagaimana yang dikutip dari laman www.kemenpppa.go.id pada Minggu (28/3/2021).
Kemampuan mengakses internet tersebut, lanjut dia, juga mengharuskan perempuan mempunyai pengetahuan teknologi, utamanya mengakses internet yang mumpuni dan sayangnya terkadang belum dimiliki. Padahal, kenaikan penggunaan internet yang tidak dibarengi kemampuan literasi digital yang mumpuni dapat membawa dampak yang serius.
Agung Putri Astrid menyampaikan, menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Keluarga Berencana Karangasem, perkawinan anak di tahun 2020 mencapai angka 1.700 hingga 2.000 kasus. Hal itu diyakini merupakan dampak dari penggunaan gadget dan media sosial yang terlalu intens.
“Berkembangnya opini pemujaan dan glorifikasi terkait perkawinan anak di internet yang menyatakan bahwa pernikahan merupakan solusi dari masalah yang dihadapi orang tua dan anak, merupakan salah satu contohnya dampak buruk penggunaan internet,” katanya.
Peran perempuan dalam literasi digital juga menjadi penting sebagai jendela informasi keluarga dan masyarakat, salah satunya adalah dalam pola pengasuhan anak dan pengawasan penggunaan teknologi.
Agung Putri Astrid menuturkan, rendahnya literasi digital berakibat anak kecanduan perangkat gadget, kecanduan menjelajah informasi untuk orang dewasa, seperti data KPAI tahun 2017-2019 dimana pengaduan kasus pornografi dan kejahatan online terhadap anak meningkat mencapai angka 1.940 kasus.
“Perempuan harus melek teknologi dan memiliki wawasan luas sehingga mampu memberikan pengetahuan yang lebih besar untuk keluarga. Caranya mulai dari membuka ruang-ruang pemberdayaan perempuan, mengoptimalkan pengasuhan dan memberikan perlindungan keluarga terutama kepada anak sehingga lebih mampu mengambil sisi positif internet sekaligus melindungi dari sisi negatif,” ujar Agung Putri Astrid.
Sementara itu, Akademisi Universitas Udayana, Ras Amanda Gelgel menyampaikan pentingnya pemberdayaan perempuan dalam rangka peningkatan literasi digital.
Amanda menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gajah Mada (UGM), bahwa perempuan terutama ibu rumah tangga merupakan kelompok yang lebih rentan mempercayai berita hoax dan menyebarkannya kepada keluarga.
“Mari kita menjadi netizen perempuan yang cerdas dan terliterasi. Karena perempuan merupakan sumber informasi dan pendidik di lingkungan terkecil yakni keluarga. Oleh sebab itu, peran perempuan menjadi sangat penting dan krusial terutama dalam literasi,” tambah Amanda.
Untuk menjadi cerdas di media sosial dapat dilakukan dengan cara :
1. Berhati-hati dalam berbicara atau mengunggah status, komentar dan meneruskan pesan;
2. Follow akun yang berguna dan terverifikasi;
3. Cari tontonan yang positif;
4. Cerdas dalam memposting foto. (DD/DT)