DETIKDATA, KUPANG – Tersangkakan Notaris / PPAT dalam kasus korupsi aset tanah Manggarai Barat, Kajati NTT, Yulianto diskriminatif dan terapkan standar ganda.
Hal ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT (TPDI-NTT), Meridian Dewanta Dado, SH melalui press rilis yang diterima media via WhatsApp. Senin (25/01/21)
Kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan/Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merugikan negara senilai Rp. 1,3 triliun, Kajati NTT Yulianto telah memposisikan Notaris / PPAT atas nama Theresia Dewi Koroh Dimu sebagai salah satu tersangka dari 16 tersangka lainnya yang telah ditetapkan yaitu antara lain Bupati Manggarai Barat, oknum mantan pejabat, oknum pegawai pemda, oknum pejabat BPN, Calo Tanah dan oknum penegak hukum.
Penetapan tersangka terhadap Notaris / PPAT atas nama Theresia Dewi Koroh Dimu dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, menurut Kajati NTT Yulianto adalah terkait peran Theresia Dewi Koroh Dimu selaku Notaris / PPAT dalam pembuatan akta-akta peralihan hak atas tanah pada Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) tersebut.
“Sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian seluruh Notaris / PPAT Wilayah NTT terhadap penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi NTT atas Notaris / PPAT bernama Theresia Dewi Koroh Dimu itu maka
Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Wilayah NTT memberikan tanggapan dan pernyataan yang pada pokoknya menegaskan bahwa
tugas Notaris hanya menuliskan apa yang dikehendaki oleh para pihak terkait akta peralihan hak pada objek Aset Tanah yang diduga milik Pemda Mabar itu. Sesuai undang undang, Notaris hanya mengkonstantir secara formil dan menulis isi yang disepakati para pihak, sehingga penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi NTT atas Notaris / PPAT Theresia Dewi Koroh Dimu Dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT, adalah merupakan sesuatu yang memprihatinkan bagi profesi Notaris / PPAT. Apalagi sebelum proses peyidikan kasus korupsi itu, telah pula dilakukan proses pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Notaris terhadap Notaris/PPAT Theresia Dewi Koroh Dimu terkait persoalan itu, dan dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran profesionalisme sebagai Notaris/ PPAT,” tulis Advokat PERADI tersebut
Lebih Lanjut, Meridian Dado menilai bahwa Kajati NTT Yulianto telah nyata-nyata menerapkan standar ganda dan bersikap diskriminatif.
“Pada sisi lain, sebagai pihak yang pernah menjadi Kuasa Hukum salah satu debitur kakap yang telah divonis bersalah dalam Skandal Korupsi Bank NTT Cabang Surabaya atau lebih dikenal sebagai Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, maka kami menilai bahwa Kajati NTT Yulianto telah nyata-nyata menerapkan standar ganda dan bersikap diskriminatif dalam upaya-upaya pemberantasan kasus korupsi kelas kakap di wilayah NTT, sebab bagaimana mungkin Kajati NTT Yulianto secara cepat dan lugas bisa menetapkan Notaris / PPAT Theresia Dewi Koroh Dimu selaku tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo – Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat – NTT, sementara dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya justru Kajati NTT Yulianto sama sekali tidak pernah menetapkan Notaris / PPAT atas nama Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh selaku tersangka-tersangkanya padahal bukti-bukti hukum sudah sangat mencukupi untuk itu,” tulisnya
Pada Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas terdakwa Muhammad Ruslan dan dalam fakta-fakta persidangan Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya tertera peran Notaris / PPAT Erwin Kurniawan yang berkedudukan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, yaitu bahwa demi kelengkapan syarat jaminan berupa agunan, Stefanus Sulayman menugaskan Heri Susanto dan Agustinus CH. Dongowea untuk menghubungi Notaris / PPAT Erwin Kurniawan, dan Stefanus Sulayman meminta Notaris / PPAT Erwin Kurniawan untuk membuat Ikatan Jual Beli (IJB) antara orang yang namanya terdapat dalam sertifikat/foto copy sertifikat tanah sebagai pemegang hak atas tanah yang akan dijadikan agunan kredit dengan masing-masing debitur termasuk UD. Makmur Prima Jaya. Lalu atas permintaan Stefanus Sulayman maka Notaris / PPAT Erwin Kurniawan walaupun tidak pernah bertemu dengan terdakwa Muhammad Ruslan dan pihak pemilik tanah selaku pihak-pihak yang tercantum dalam Ikatan Jual Beli (IJB) serta tidak pernah melihat dan memegang asli sertifikat tanah yang diperjualbelikan melalui Ikatan Jual Beli (IJB) atau hanya berdasarkan data yang disampaikan oleh Stefanus Sulayman selaku penghubung, selanjutnya Notaris / PPAT Erwin Kurniawan menerbitkan beberapa Ikatan Jual Beli (IJB) antara terdakwa Muhammad Ruslan dengan orang yang namanya tercatat dalam masing-masing sertifikat sebagai pemegang hak semula, yaitu :
(1). Ikatan Jual Beli (IJB) Nomor : 18 tanggal 17 Oktober 2017 antara terdakwa Muhammad Ruslan dengan Tjandra Liman untuk sebidang tanah dengan SHM Nomor 188 terletak di Desa Panjangjiwo, Kecamatan Trenggilismejoyo – Surabaya seluas 300 M2 atas nama Tjandra Liman.
(2). Ikatan Jual Beli (IJB) Nomor : 19 tanggal 19 Oktober 2017 antara terdakwa Muhammad Ruslan dengan Tjandra Liman untuk sebidang tanah dengan SHM Nomor 189 terletak di Desa Panjangjiwo, Kecamatan Trenggilismejoyo – Surabaya seluas 538 M2 atas nama Tjandra Liman.
(3). Ikatan Jual Beli (IJB) Nomor : 20 tanggal 19 Oktober 2017 antara terdakwa Muhammad Ruslan dengan Tjandra Liman untuk sebidang tanah dengan SHM Nomor 888 terletak di Desa Tambakoso – Sidoarjo seluas 24.681 M2 atas nama Siti Fauziah.
Pada bagian lain Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas terdakwa Muhammad Ruslan dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, juga terungkap bahwa Didakus Leba selaku Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya dan terdakwa Muhammad Ruslan selaku penanggungjawab UD. Makmur Jaya Prima, pada tanggal 28 Januari 2019 bertempat di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya, dengan maksud menguntungkan terdakwa Muhammad Ruslan dan Stefanus Sulayman, telah menandatangani akad perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris / PPAT Maria Baroroh dengan Nomor Akta : 94 tanggal 28 Januari 2019 dengan nilai kredit sebesar Rp. 40 miliar padahal Didakus Leba dan terdakwa Muhammad Ruslan mengetahui pada saat penandatanganan akad kredit tersebut syarat-syarat yang diwajibkan dalam Manual Perkreditan Bank NTT dan syarat yang ditentukan dalam Surat Persetujuan Kredit Nomor : 49/DPKr/I/2019 tanggal 23 Januari 2019 belum terpenuhi yaitu Akta Jual Beli (AJB) tidak diserahkan sehingga tidak dapat diikat sempurna, Jaminan Sertifikat tidak ditemukan asuransi agunan berupa bangunan tidak ditemukan.
Oleh karena itu bila Kajati NTT Yulianto ngotot dan bersikukuh menetapkan Notaris / PPAT Theresia Dewi Koroh Dimu sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan / Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, akibat akta-akta peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris / PPAT Theresia Dewi Koroh Dimu, maka Kajati NTT Yulianto juga seharusnya telah menetapkan Notaris / PPAT atas nama Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh sebagai tersangka-tersangka dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya, sebab Notaris / PPAT atas nama Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh berperan besar dalam proses pembuatan akta-akta sebagai bagian dari proses persyaratan kredit serta proses pencairan kredit di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya yang akhirnya menjadi kasus korupsi dengan total kerugian negara senilai Rp127 miliar, dan telah memposisikan para debiturnya serta oknum-oknum pejabat Bank NTT Kantor Cabang Surabaya selaku para pesakitan.
“Sikap diskriminatif dan penerapan standar ganda oleh Kajati NTT Yulianto yang nyata-nyata terlihat dalam penanganan kedua kasus korupsi besar di wilayah NTT tersebut jelaslah telah merusak citra institusi kejaksaan dan juga sangat tidak sejalan dengan marwah pemberantasan korupsi yang didengang – dengungkan oleh Presiden Jokowi sehingga sudah selayaknya bagi Jaksa Agung RI untuk mengevaluasi dan meninjau kembali keberadaan Kajati NTT Yulianto,” tutupnya. (DD/YW)