DETIKDATA, ENDE – Di bawah langit Flores yang biru, di tanah Lio yang subur oleh sejarah dan budaya, ada sebuah tarian yang bukan sekadar gerak tubuh, melainkan bahasa hati. Tarian Gawi tarian persatuan yang diwariskan dari leluhur, tarian yang mengikat manusia satu sama lain dalam lingkaran persaudaraan yang tak terputus.
Gawi dimulai dengan derap kaki yang serempak, melangkah mengikuti denting gendang, bunyi gong, dan suara nyanyian yang menggema di udara. Para penari berdiri saling merangkul, membentuk lingkaran besar simbol kebersamaan, kekuatan, dan ikatan yang tak tergoyahkan.

Setiap hentakan kaki mengirim pesan, setiap nyanyian adalah doa, dan setiap gerakan adalah ungkapan syukur pada Sang Pencipta. Dalam lingkaran Gawi, tidak ada perbedaan: tua-muda, laki-laki-perempuan, semua menyatu dalam satu irama, satu napas, satu jiwa.
Tarian ini bukan hanya hiburan, tetapi perayaan kehidupan digelar untuk menyambut tamu, memuliakan panen, atau mengiringi momen penting dalam masyarakat. Di antara gerakan yang teratur, terukir kisah tentang tanah, tentang laut, tentang langit, dan tentang cinta pada kampung halaman.
Ketika matahari sore condong ke barat, sinarnya menyapu wajah para penari yang berkeringat namun tersenyum. Suara gong berdentang, gendang bergetar, dan Gawi terus berputar menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.

Di Ende Lio, Tarian Gawi bukan sekadar tarian. Ia adalah napas budaya, denyut persaudaraan, dan pelukan hangat yang menyambut siapa saja yang datang.
Penulis: Yos Wangge






