DETIKDATA, KUPANG – Fraksi GERINDRA minta Pemerintah Provinsi NTT meninjau kembali tata niaga rumput laut.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Fraksi GERINDRA DPRD Provinsi NTT, Jan Pieter DJ. Windy,SH.,MH dalam Pendapat Akhir Fraksi Gerindra DPRD NTT Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2022.
“Fraksi GERINDRA memahami niatan baik dari pemerintah dalam menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 39 tahun 2022 tentang Tata Niaga Komoditas Hasil Perikanan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu untuk menjamin hak-hak pelaku usaha perikanan khususnya nelayan. Namun dalam prakteknya, Fraksi GERINDRA menemukan bahwa penerapan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Gubernur ini, sebagaimana dikutip “dikecualikan terhadap komoditas hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus untuk rumput laut dalam bentuk bahan baku yang sudah dikeringkan dilarang untuk diperdagangkan ke luar wilayah daerah,” paparnya dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD NTT. Selasa (15/11/22).
Jan Windy menyampaikan bahwa terdapat tiga pabrik pengolahan rumput laut yang masih menunggak pembayaran pada petani.
“Fraksi GERINDRA mendapatkan pengaduan dari para petani rumput laut dan pengepul bahwa tiga pabrik pengolahan di Nusa Tenggara Timur yaitu: PT. Algae Sumba Timur Lestari, PT. Rote Karaginan Nusantara saat ini tidak mampu menampung stok rumput laut yang ada, dan menunggak pembayaran pada petani rumput laut dan pengepul hingga milyaran rupiah. Hal ini membuat penjualan rumput laut dari nelayan ke pengepul tidak bisa berjalan lancar karena pengepul mengeluhkan keterbatasan modal akibat tertahan hutang-hutang tersebut,” ujar Sekretaris Komisi V tersebut. (DD/YW)