Ini Hasil Mediasi Soal Kasus Pembakaran dan Pengrusakan di Oelnasi

“Kasus itu sesungguhnya kalau kita lihat awal asal-usul dari pembagian tanah kepada anak-anak keluarga besar Amabi, termasuk di dalamnya Leinati dan lain-lain yang ada di desa oelnasi, dusun 5, yang di sebut kampung Tuahanat, berdasarkan bukti land reform yang di keluarkan oleh Kantor Agraria pada tahun 1968. Itu ada gambar situasi yang melegitimasi bahwa terhadap tanah yang di Tuahanat itu adalah pemiliknya Leinati karena di dalam bukti itu tercatat atas nama Lores Amabi,” ujar Beri.

Lores Amabi itu, lanjut Beri, yang bersama-sama dengan Kornalius  Amabi dan Filmon Amabi berdasarkan putusan pengadilan tahun 1991 itu memposisikan Lores Amabi kemudian Kornalius Amabi dan Filmon Amabi itu sebagai ahli waris sah dengan berdasarkan bukti land reform yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kupang tahun 1960. Kemudian ahli waris ikutan dari Filmon Amabi ini karena namanya tercatat dalam putusan pengadilan selaku ahli waris, maka mereka yang tergantung di lahan tersebut tidak bisa dilakukan pensertifikatan atas nama orang karena luasannya cukup besar, hampir 20an hektar (Ha). Ini baru satu produk masih ada produk lain.

“Oleh karena itu, disepakatilah oleh keluarga untuk membagi-bagikan untuk setiap orang 30 x 50. Nah, kemudian dibagi-bagi, di patok-patok kepada orang-orang pribadi, baru sekitar 7 orang, lalu datanglah Noh Leinati, kemudian menghalang-halangi proses pembagian itu, dengan tanpa alat dasar lalu memproklamirkan diri sebagai pemilik atas tanah itu. Juga melaporkan kepada kepala desa dan juga camat untuk sesegera nya melakukan mediasi,” terang Beri.