Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, pekerja pers dilindungi oleh konstitusi negara yaitu UU Pers No.40 Tahun 1999 diperkuat dengan MoU antara Dewan Pers dan Polri Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor B/15/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Ia membeberkan, dalam Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa apabila Kepolisian menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers maupun proses perdata.
Selain itu, Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kepolisian RI juga mengatur tentang penanganan laporan masyarakat terkait pers. Apabila Dewan Pers menemukan dan/atau menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan tindak pidana di bidang pers maka melakukan koordinasi dengan Kepolisian RI (Pasal 5 ayat (1).
Meski demikian, katanya, sejumlah peristiwa yang terjadi di Nusa Tenggara Timur, bertolak belakang dengan regulasi yang dijamin oleh Negara.
“Peristiwa yang menimpah Pemred BeritaNTT.com Hendrik Geli di Kabupaten Rote Ndao dan Demas Mautuka, Pemred Tribuana Pos di Kabupaten Alor menunjukan bahwa jajaran Kepolisian di Nusa Tenggara Timur belum mematuhi regulasi dan konstitusi serta MoU antara Dewan Pers dengan Kapolri karena menangani pengaduan atas karya jurnalisitik tanpa menggunakan UU Pers,” ujar Rihi Ga.
Peserta aksi Jefry Taolin dalam orasinya mendesak Kapolda NTT mencopot Kapolres Rote Ndao dan Kapolres Alor yang mengabaikan UU Pers.
“Kami mendesak Kapolda NTT untuk segera mencopot Kapolres Rote Ndao dan Kapolres Alor yang sedang menangani sengketa pers dengan mengabaikan UU Pers. Jika tidak bisa memenuhi tuntutan kami ini, maka kami akan mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda NTT yang baru dilantik,” desak Jefry.




