DETIKDATA, JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta menerbitkan rekomendasi pemugaran Gereja Santo Yohanes Penginjil. Renovasi dan pembangunan pemugaran Gereja Santo Yohanes Penginjil, rencananya akan dimulai pada Juni 2021.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, menyatakan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dengan pertimbangan dari Tim Sidang Pemugaran, telah menerbitkan Surat Rekomendasi Pemugaran Nomor 2477/-1.853.15 tanggal 18 Mei 2021 kepada pihak Gereja Santo Yohanes Penginjil terkait rencana pemugaran bangunan gereja.
“Gereja Santo Yohanes Penginjil saat ini berstatus Objek Diduga Cagar Budaya, di mana proses pengkajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta sudah selesai dan saat ini sedang dalam proses penetapan sebagai Bangunan Cagar Budaya,” kata Iwan, seperti dikutip dalam rilis PPID DKI Jakarta, Jumat (21/5/2021).
Iwan menyampaikan, penerbitan Surat Rekomendasi Pemugaran merupakan bagian dari upaya perlindungan bagi Bangunan Cagar Budaya, Diduga Cagar Budaya, ataupun bangunan yang berada di kawasan Pemugaran agar kelestariannya dapat senantisa terjaga sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya.
Untuk itu, proses pemugaran harus didampingi arsitek yang memegang IPTB A. Terkait hal tersebut, proses pemugaran Gereja Santo Yohanes Penginjil ditangani oleh Arch. Dipl. Ing. Cosmas Damianus Gozali, IAI.
“Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengapresiasi Gereja Santo Yohanes Penginjil yang telah berupaya melakukan pemugaran dengan tetap menjaga prinsip-prinsip pelestarian. Karena, gereja ini memiliki sejarah yang cukup panjang dan erat kaitannya dengan perkembangan Kota Jakarta,” tuturnya.
Bangunan Gereja yang terletak di Jalan Melawai Raya No.197 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini sendiri memiliki gaya arsitektur modern tropis dan berdenah persegi panjang, dan merupakan bangunan satu lantai dengan mezzanine dan menghadap ke Jalan Melawai Raya. Atap bangunan berupa atap pelana dengan kemiringan curam yang memanjang dari selatan-utara.
Atap bangunan yang berpenutup sirap ini menjorok keluar pada kedua ujungnya, di atas ujung-ujung atap diberi ornamen berbentuk segi lima. Tampak depan gereja didominasi oleh lima deret pintu panel kaca berdaun ganda yang terletak di bawah atap teritisan. Di atas atap teritisan terdapat jendela panel kaca yang memenuhi bidang segitiga di bawah atap.
Saat ini, di depan pintu masuk utama terdapat kanopi tambahan. Tampak belakang bangunan gereja berupa dinding masif yang bagian bawahnya terdapat mural dan bagian atasnya dilapisi batu alam dan memiliki jendela berbentuk salib. Tampak samping bangunan (tampak timur dan barat) didominasi oleh deretan jendela geser panel kaca yang mengapit pintu-pintu masuk. Pintu-pintu masuk yang terdapat pada tampak timur dan barat ini berupa pintu panel kaca berwarna biru berdaun ganda.
Gereja Santo Yohanes Penginjil ini, memang tidak terlepas dari pembangunan wilayah Kebayoran Baru yang dimulai 1948. Pada masa itu, sudah banyak dibangun rumah-rumah permanen yang dihuni oleh orang-orang Eropa, khususnya Belanda di wilayah ini. Di antaranya terdapat keluarga yang beragama Katolik. Kemudian, pada 1949, Pemerintah Indonesia mulai membangun perumahan untuk pegawai-pegawai warga negara Indonesia sehingga jumlah warga yang bermukim di kawasan ini semakin banyak, termasuk para pemukim yang beragama Katolik.
Sejarah panjang Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil dimulai pada 29 Oktober 1950, pada saat itu Pastor J. Awick S.J. mempersembahkan Misa Kudus pertama di rumah Keluarga P. Hofland yang terletak di Jalan Hang Tuah 1 dengan peserta misa sebanyak 50 orang. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal kehadiran gereja Katolik di Kebayoran Baru. Kemudian pada 25 Desember 1950, dilakukan perayaan Natal di rumah Keluarga Soemarno, di mana dari kegiatan ibadah ini memunculkan keinginan masyarakat Katolik di sana untuk memiliki tempat ibadah.
Pada 25 Januari 1951, dimulai pencatatan buku baptis Paroki St. Yohanes Penginjil dan pada tanggal 2 Maret 1952, Paroki Santo Yohanes Penginjil diresmikan. Lalu, pada 17 Agustus 1952, gedung SD dan Aula di Jalan Srikandi (Jalan Barito) selesai dibangun yang kemudian difungsikan sebagai Gereja Santo Yohanes Penginjil.
Pada 1953, karena jumlah jemaat yang semakin banyak, sehingga diperlukan bangunan gereja yang baru untuk mengakomodasi jumlah jemaat yang ada. Gereja Santo Yohanes Penginjil kemudian pindah ke bangunan semi permanen di sebelah pastoran di ujung Jalan Melawai (sekarang Gedung Yohanes).
Pada akhir tahun 1953, muncul rencana membangun gereja yang baru, sehingga dibentuklah panitia pembangunan gereja, yang salah satu anggotanya adalah ajudan Presiden Soekarno bernama Bambang Widjanarko. Pembangunan gereja ini dilakukan di atas tanah yang diberikan oleh Presiden Soekarno. Soekarno menginginkan agar bangunan gereja nantinya harus mencitrakan semangat nasional, tradisional, serta menampakkan kesucian sebagai tempat ibadah.
Kemudian 29 Januari 1964, rancangan gereja yang dibuat oleh arsitek David Cheng disampaikan kepada Presiden Soekarno dan disetujui dengan catatan, agar memperhatikan suhu di dalam bangunan. Bangunan Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil yang ketiga (dan yang terlihat sampai sekarang) diresmikan dan diberkati oleh Uskup Jakarta Mgr. A. Djajasepoetra S.J. tanggal 19 Desember 1965 dengan penandatanganan prasasti dan upacara liturgis yang meriah. (DD/GS)