DETIKDATA, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si atau Ansy Lema mempertanyakan wacana penurunan status Cagar Alam (CA) Mutis di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi Taman Nasional (TN) atau Taman Wisata Alam (TWA) dalam Rapat Kerja bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya Bakar dan jajaran eselon I Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) RI l. Senin (1/2/2021).
“Apakah benar KLHK akan menurunkan status CA Mutis menjadi Taman Nasional atau Taman Wisata Alam? Jika benar, apa ada kajiannya? Saya mendapat pengaduan dari masyarakat adat suku Dawan (Atoni Pah Meto) sekitar Mutis bahwa mereka telah diundang untuk mendapatkan sosialisasi tentang penurunan tersebut. Sepulang dari kegiatan, masyarakat adat Mutis bersepakat menolak penurunan status CA dengan menggelar ritual adat,” tanya politisi muda PDI Perjuangan tersebut.
Ansy mendesak KLHK terutama Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) untuk mengkaji ulang secara komprehensif-ilmiah wacana penurunan status CA Mutis tersebut serentak mendengarkan aspirasi dari masyarakat adat sekitar Mutis. Karena masyarakat adat sesungguhnya adalah penjaga CA Mutis jauh sejak sebelum negara didirikan. Pengambilan kebijakan terkait CA Mutis tidak boleh merupakan kebijakan yang dipaksakan ke bawah, tetapi justru perlu mendengarkan aspirasi rakyat (bottom up). Terutama pertimbangan dari aspek kultutal, sosiologis dan ekologis.
“Jangan lupa, bahwa sebelum negara Republik Indonesia merdeka, leluhur Atoni Pah Meto sudah berjasa menjaga dan melestarikan CA Mutis berdasarkan kearifan lokal. Karena itu mereka harus didengar. Selain itu, kebijakan penurunan status CA Mutis tidak boleh hanya didasarkan kajian ekonomi, tetapi mengambil perspektif komprehensif dan substansif, yakni memastikan keberlanjutannya sebagai pusat kehidupan dan pusat budaya Atoni Pah Meto,” kata wakil rakyat asal NTT tersebut.
Menurut Ansy, CA Mutis adalah rumah budaya suku Dawan, rumah ekosistem, rumah sumber air, dan rumah generasi masa depan masyarakat Timor. Karena itu, status CA Mutis perlu dipertahankan sebagai benteng konservasi, untuk membendung potensi masuknya investasi yang dapat membawa petaka ekologis. Maka dalih pendukung penurunan status CA Mutis sebenarnya tidak beralasan.
“Penurunan status CA Mutis akan membuka kran investasi. Tanpa turun status pun KLHK lebih mengambil peran dan masih ada peluang peningkatan ekonomi masyarakat sekitar CA Mutis. KLHK dapat berkoordinasi dengan penegakkan hukum (gakkum) untuk menindak tegas penebangan liar serta pemerintah daerah untuk membangun ekonomi lokal masyarakat sekitar CA Mutis dalam bidang pertanian, perkebunan dan perikanan budaya,” lanjutnya.
Ansy mewanti-wanti bahaya penurunan status CA Mutis akan berakibat pada semakin berkurangnya debit air karena perusakan ekosistem. CA Mutis adalah wilayah tangkapan air (water catchmen area) terbesar di pulau Timor. Selama ini ratusan ribu masyarakat Timor dari Kabupaten Kupang, Malaka, Timor Tengah Utara dan Kabupaten Timor Tengah Selatan, bahkan distrik Oecussi Negara Timor Leste sangat bergantung pada ketersediaan air di CA Mutis.
“Selain menjadi sumber air minum, CA Mutis menjadi sumber bagi empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di Pulau Timor yakni DAS Benenain, Noelmina, Neolfael, dan Noelbessi. Sejak dahulu Mutis adalah lambang kesuburan dan kesegaran di tengah wilayah Timor yang memiliki tingkat kekeringan ekstrem. Sampai saat ini para petani, peternak dan pembudidaya ikan air tawar daerah Timor sangat bergantung dari suplai air CA Mutis. Maka perspektif dasar kebijakan terkait CA Mutis seharusnya adalah perpektif konservasi untuk menjamin keberlanjutannya, bukan investasi yang berpotensi merusak,” tutupnya. (DD/RP)