DETIKDATA, KUPANG – Aktivis Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera – Kupang) menyampaikan apresiasi kepada aparat penegak hukum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur dan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur atas tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kasus korupsi pekerjaan pembangunan jeti apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata dilaksanakan di Kejati NTT. Kamis, (7/10/21).
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Umum Amppera, Emanuel Boli dalam keterangannya, Jumat, (8/10/21.) Ia mengatakan, perwakilan Amppera menyaksikan langsung proses penyerahan tiga tersangka dan barang bukti oleh penyidik Tipidkor Polda NTT ke JPU Kejati NTT.
“Ketiga tersangka itu, yakni Silvester Samun selaku pejabat pembuat komitmen, Abraham Yehezkibel Tsazaro L selaku kontraktor pelaksana, dan Middo Arianto Boru selaku konsultan perencana, konsultan pengawas, dan turut membantu pelaksanaan pekerjaan,” kata Emanuel Boli.
Mantan aktivis PMKRI itu berharap, tiga tersangka tersebut menjadi justice collaborator bersama aparat penegak hukum untuk mengungkap pihak-pihak yang diduga terlibat mulai dari proses perencanaan anggaran, tahap pelaksanaan hingga pencairan anggaran yang pada akhirnya negara mengalami kerugian 1,4 miliar lebih.
Hal serupa disampaikan Elfridus Leirua Rivani Sebleku, aktivis Amppera. Dia menyampaikan apresiasi kepada Polda dan Kejati NTT atas progres penanganan kasus korupsi Awololong. Menurutnya, hal ini menjawab keresahan selama ini.
“Sejak awal kami yakin bahwa proses hukum ini akan terus berlanjut dari tahap ke tahap meski membutuhkan waktu yang cukup panjang, kami terus melakukan perlawanan terhadap korupsi,” ungkap Elfridus.
Dia mengatakan, tahap dua kasus Awololong berdampak kepercayaan kepada seluruh pegiat antikorupsi terkhususnya pemerhati kasus Awololong. Menurutnya, aparat penegak hukum bekerja secara maksimal, profesional, dan tanpa intervensi dari pihak manapun dalam menangani kasus ini.
“Kami berkomitmen untuk mengawal proses hukum selanjutnya hingga tercapainya putusan inkracht atau yang berkekuatan hukum tetap,” jelas Elfridus, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang.
Untuk diketahui, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp. 6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp. 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp.1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Mereka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (DD/SL)