DETIKDATA, KUPANG – Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (Amppera -Kupang) membantah pernyataan Dr. Melkianus Ndaumanu selaku Ketua Tim Kuasa Hukum tersangka kasus korupsi proyek wisata jeti apung dan kolam apung di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Menanggapi pernyataan Dr. Melkianus Ndaumanu seperti dimuat di salah satu media online soal lokasi proyek wisata Awololong yang dipindahkan ke Wulen Luo dan tudingan bahwa LSM terkesan mengintervensi penyidik, Koordinator Umum Amppera, Emanuel Boli menegaskan bahwa tidak ada yang intervensi penyidik,” katanya, Sabtu, (17/7/2021) siang di Kota Kupang.
“Kasus dugaan korupsi Awololong, kita yang melakukan pengaduan langsung ke Kapolda NTT (saat itu) Irjen Pol. Drs. Hamidin, S.I.K pada Jumad, 18 Oktober 2019 lalu,” jelas Eman.
Saat itu, Irjen Pol Hamidin memberi perintah kepada Dirreskrimsus Kombes Pol. Heri Try Maryadi untuk menyelidiki kasus proyek wisata Awololong. Sebab, ada dugaan korupsi.
“Sebelum polisi melakukan penyelidikan, Amppera Kupang terlebih dahulu menyerahkan sejumlah data-data akurat, yakni dokumen kontrak kerja, dokumen addendum, surat perintah membayar, kuitansi pencairan anggaran, dokumen kajian kronologi dugaan korupsi, dan lain- lain untuk membantu penyelidik mengungkap kasus dugaan korupsi Awololong,” ungkapnya.
Lalu, Eman menjelaskan bahwa, pada 16 Mei 2020, Tim Tipidkor Polda NTT melakukan gelar perkara di Mabes Polri. Hasilnya, kasus Awololong ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Saat proses penyidikan, Amppera Kupang terus memberikan dukungan kepada penyidik Tipidkor Polda NTT.
Atas profesionalisme penyidik itulah, pada Senin, 21 Desember 2020, Polda NTT menggelar konferensi pers menetapkan Silvester Samun, SH selaku pejabat pembuat komitmen dan Abraham Yehezkibel Tsazaro L, SE Kuasa Direktur PT. Bahana Krida Nusantara selaku kontraktor pelaksana. Lalu, menyusul penambahan tersangka, yakni Middo Arrianto Boru, ST selaku konsultan perencana, konsultan pengawas dan membantu dalam pekerjaan.
Sebanyak tujuh (7) Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan telah diterima oleh Amppera Kupang. Jadi, apa yang dituduhkan oleh Ketua Tim Kuasa Hukum tersangka kasus korupsi Awololong bahwa ada upaya untuk mengintervensi penyidik itu tidak benar.
Lebih jauh, Eman menjelaskan, kolam apung Awololong itu berada pada konstruksi dalam pekerjaan (KDP) . Kalau KDP itu tidak bisa pindah lokasi. Kalaupun pindah lokasi harus ubah dalam Perda RPJMD. Perda RPJMD untuk kolam apung di Awololong bukan di Wulen Luo.
“Kalau sekarang di Wulen Luo lebih salah lagi, sebab, selain langgar Perda juga bisa dicari tahu siapa yang perintahkan pindah lokasi dengan melanggar Perda RPJMD?,” tanya Eman.
“Pak Melkianus bisa ungkap soal pindah lokasi itu atas perintah siapa dengan melanggar Perda?,” tanya Eman.
Perda RPJMD ditetapkan pada tanggal 9 Desember 2017. Salah satu poinnya terkait destinasi wisata kolam apung di Awololong bukan di Wulen Luo eks lokasi Harnus itu. Dasar dari Perda RPJMD itu kemudian mengubah Perbup No. 52 ke Perbup No. 41. Dokumen Perbup tersebut telah kita kantongi,” terang aktivis PMKRI Kupang itu.
Ia menjelaskan, saat pembahasan RPJMD itu APBD induk 2018 sudah ditetapkan. Seharusnya, menunggu APBD perubahan. Bukan mengubah Perbub 52. Lagian, jelas dia, Perbub 52 belum dijalankan.
“Belum berjalan tetapi suruh ubah, ubah Perbup dan ubah DPA ke DPPA,” jelasnya.
Masalah Awololong mulai dari sini. Tinggal dicari tahu dengan memasukan proyek ini dalam Perbub nomor 41 tahun 2018, apa ada niat jahat? Kalau ada niat jahat yah, yang memberi perintah untuk ubah itu harus ditangkap,” ungkap Emanuel Boli.
Soal lain, terkait uang sudah cair 85% tetapi kontruksi fisiknya 0%. Sesuai kontrak, itu proyek konstruksi bukan pengadaan. Siapa saja yg nikmati aliran uang 85% itu? Kita punya bukti aliran uang ke siapa,” tambah alumni Universitas Nusa Cendana Kupang.
“Jadi, sekali lagi, apa yang dituduhkan oleh Pak Melkianus adalah tuduhan keji, saya berharap Pak Melki dapat mempertanggungjawabkan tuduhan itu secara hukum dan moral kepada masyarakat,” tegasnya.
Perjuangan mengungkap kasus korupsi proyek wisata Awololong berdasarkan itu berdasarkan dorongan hati nurani dan gerakan sosial. Sebab, kasus Awololong menjadi pintu masuk membuka bau busuk korupsi di Kabupaten Lembata, “Negeri Kecil Salah Urus” (Pater Steph Tupen, SVD). Kebenaran dan keadilan akan menemukan jalannya,” tutup Eman Boli.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Amppera Kupang, Elfridus Leirua Rivani Sableku mengatakan, sebagai kelompok elemen masyarakat yang mengadukan dan mengawal kasus ini sejak awal, kita tentu telah memahami prosesnya dari tahap ke tahap secara menyeluruh mulai dari proses pelelangan, pelaksanaan hingga proyek ini di-PHK oleh PPK selaku pimpinan proyek.
Mahasiswa Fakultas Hukum Undana Kupang itu menegaskan, pernyataan Kuasa Hukum tersangka Dr. Melkianus Ndaumanu yang termuat di media, kita secara tegas membantah pernyataan tersebut.
“Jangan membangun opini ke publik bahwa proyek tersebut telah dipindahkan ke Wulen Luo sebagai pembenaran,” jelasnya.
Jika telah dipindahkan, apa dasarnya dan dari mana prosesnya? Sebab kita ketahui secara jelas, bahwa nomenklaturnya adalah lengerjaan jeti apung dan kolam apung berserta fasilitas lainnya di Pulau Siput Awololong, merujuk pada nomenklatur jelas locusnya adalah Pulau Siput Awololong bukan Wulen Luo.
“Kita juga membantah pernyataan Dr. Mel Ndaumanu yg menyatakan bahwa alasan pemindahan jetty apung ke Wulen Luo dengan alasan adanya penolakan masyarakat terhadap pembangunan di Awololong,” katanya lagi.
Ia membeberkan, bahwa benar saat ini jeti apung berada di area Wulen Luo tetapi itu sama sekali tidak dapat membenarkan bahwa proyek ini telah dipindahkan ke Wulen Luo sebab pemindahan jeti tersebut setelah masa kerja selesai dan Silvester Samun melakukan PHK terhadap pihak ketiga dengan alasan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya hingga selesai masa kontrak.
“Yang kita ketahui hingga masa kerja hampir berakhir, pihak ketiga masih terus berupaya melaksanakan pekerjaan pada lokus proyek yakni Awololong bukan Wulen Luo,” ungkap Rivan, demikian sapaan Elfridus.
Lalu hal berikut, lanjutnya, proyek ini mulai perencanaan hingga pelaksanaan betul telah mendapatkan berbagai penolakan oleh kelompok masyarakat namun berbagai aspirasi masyarakat sama sekali tidak diterima dan pekerjaan terus dilangsungkan di Awololong hingga Kontraktor menemukan kendala yakni gagalnya pemasangan tiang pancang di Pulau Siput Awololong hingga masa kerja berakhir.
“Kita berharap seorang penegak hukum jika ingin memberikan argumentasi ke publik wajib disertai dengan pendasaran yang kuat, sebab jika menyatakan proyek ini telah dipindahkan, tolonglah beberkan fakta dan datanya secara jelas agar argumentasi ini dapat diterima dengan baik oleh publik,” tambahnya.
Mantan Ketua AML Kupang ini menegaskan, Amppera Kupang bersama berbagai kelompok elemen masyarakat lainnya berkomitmen untuk terus mengawal dan mendukung APH (aparat penegak hukum) dalam menuntaskan kasus ini.
“Tidak ada intervensi, kita seringkali berdiskusi dengan para penyidik bahkan JPU dalam rangka memberi saran serta masukan dan itupun diterima dengan baik oleh APH bahkan sama sekali tidak dianggap sebagai intervensi kelompok masyarakat kepada APH yang sedang menangani kasus ini,” tandasnya.
Untuk diketahui, proyek tahun anggaran 2018-2019 ini menelan anggaran Rp. 6.892.900.000, namun dalam perjalanan, progres fisik pekerjaan proyek tersebut masih 0 persen, sementara realisasi anggaran sudah 85 persen dari total anggaran Rp. 6.892.900.000.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp.1.446.891.718, 27 berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian negara.
Mereka dijerat pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama dua puluh tahun penjara. (DD/SL)