GERINDRA: Kawin Tangkap Bentuk Kejahatan, Pemerintah, Lembaga Agama dan Lembaga Adat Harus jadi Garda Terdepan

DETIKDATA, KUPANG – Pemerintah, lembaga agama, lembaga adat wajib menjadi garda terdepan dalam penghapusan kawin tangkap dan berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pulau Sumba, NTT.

Hal ini disampaikan Anggota DPRD Provinsi NTT, Jan Piter DJ Windy, S.H ketika dihubungi detikdata.com via WhatsApp. Sabtu (06/03/21)

“Terkait kasus kawin tangkap yang terjadi di Sumba Barat Daya, Provinsi NTT. Pemerintah, lembaga agama, lembaga adat wajib menjadi garda terdepan dalam penghapusan kawin tangkap dan berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pulau Sumba,” tegas Jan Windy

Jan Windy juga menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi sudah sangat melanggar pakem budaya Sumba.

“Peristiwa ini adalah bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum, di mana penculikan, dan menempatkannya di lokasi yang melawan kehendak perempuan itu sendiri. Peristiwa ini sangat berkaitan erat dengan HAM perempuan di mana masih menjadi pergumulan berat ketika dikaitkan dengan adat lokal. Penculikan perempuan untuk dipaksa menikah sebenarnya masuk dalam kategori pelanggaran HAM,” pungkas Putra Sumba yang merupakan sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Provinsi NTT tersebut.

Kasus kawin tangkap di Sumba kembali terjadi. Kali ini menimpa korban berinisial SIK (21) warga Desa Wee Wulla, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD). Rabu (03/03/21) sekitar pukul 10.00 WITA.

“Kebetulan jarak rumah kami sangat mepet sehingga melihat dan mendengar langsung kejadian ini. Saat rombongan pria yang menggunakan pick up dan bersenjatakan parang di pinggang ini masuk di halaman kios, saya tidak curiga sama sekali. Pikirnya mereka sekedar mampir untuk membeli rokok. Namun saya pun kaget ketika melihat korban ditarik paksa oleh dua pelaku yang tadinya turun membeli rokok. Karena berontak korban pun digotong paksa. Seorang pelaku memegang tangan dan seorang lagi memegang kakinya,” tutur tetangga korban Maria Rammi Ate. Kamis (04/03/21).

Lebih lanjut Rammi, korban saat itu menangis dan meronta sekuat tenaga sehingga kedua pelaku pun membantingnya ke tanah.

“Karena korban terus menangis dan berontak, datang lagi empat pelaku lain untuk membantu. Namun korban tetap berontak sehingga dibanting lagi ke tanah. Setelah kehabisan tenaga, korban pun digotong paksa dan dilempar begitu saja ke dalam mobil pick up yang dipenuhi orang ini. Tanpa menghiraukan teriakan dan tangisan korban, mobil pick up yang memuat rombongan pelaku kawin tangkap ini pun tancap gas,” papar Rammi

Tambah Rammi, tak satu pun dari para pelaku tersebut yang dikenalnya.

Informasi keberadaan korban baru diketahui sekitar pukul 13.00 WITA. Kabar ini diperoleh dari keluarga tetangga korban yang berdomisili satu desa dengan para pelaku.

Karena kedua orang tua korban saat ini sedang berada di Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, laporan polisi pun dilakukan oleh adik kandung korban, Yumita.

Kasat reskrim Polres SBD, IPTU Yohanes E. R. Balla, SE kepada media menjelaskan, laporan keluarga korban atas kasus ini sudah diterima.

“Walau masih bersifat laporan. Polisi akan menindaklanjutinya sesuai prosedur hukum yang berlaku. Sebentar kami akan segera melakukan penangkapan terhadap para pelaku. Untuk sementara, perbuatan ini dikenakan pasal 332 dengan ancaman hukuman di atas lima tahun. Jika terpenuhi unsur penculikan, akan dikenakan lagi pasal tersebut. Sifat laporan hari ini masih berupa informasi keluarga yang meminta bantuan polisi. Karena kasus ini adalah delik aduan sehingga harus diadukan langsung oleh korban. Namun demi ketepatan dan kecepatan pelayanan, proses penangkapan segera kami lakukan,” jelas Yohanes Balla. (DD/YW)