DETIKDATA, JAKARTA – Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan) Nasrullah menyampaikan, selama ini, sarang burung walet (SBW) merupakan komoditas pangan asal hewan dan mempunyai nilai gizi tinggi serta memiliki nilai ekonomi tinggi sekaligus telah menjadi andalan ekspor sejak tahun 2015.
Ia menyatakan, Indonesia sejauh ini telah mengekspor SBW ke 14 negara. Sepanjang tahun 2020, Indonesia telah mengekspor ke Hongkong, China, Singapura, Vietnam, USA, Jepang, Korsel, Taiwan, Thailand, Malaysia, Australia, Kanada, Spanyol dan Perancis dengan total volume ekspor sebanyak 1.155 ton atau senilai Rp. 28,9 triliun. Jumlah tersebut naik 2,13% dari tahun 2019 yang hanya 1.131 ton dan bernilai Rp. 28,3 triliun.
“SBW memang banyak diminati di mancanegara, dan Indonesia merupakan salah satu pemasok terbesarnya. Sehingga kami dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan terus melakukan pembinaan ke para peternak Sarang Burung Walet mulai dari teknik budidaya, kompartemen bebas penyakit Avian Influenza (AI), dan pengolahan, sehingga para pembudidaya/peternak Sarang Burung Walet bisa memenuhi standar ekspor”, ujar Nasrullah, Kamis (21/1/2021).
Nasrullah mengungkapkan, volume dan nilai ekspor SBW juga sepanjang tahun 2020 selalu mengalami peningkatan setiap bulannya. Capaian tertinggi pada bulan Desember 2020 dengan volume mencapai 148.321 kg dan nilai ekspor menyentuh 75.705 USD.
Ia menjelaskan, proses produksi SBW sejatinya tidak bisa dilakukan oleh semua negara. Indonesia menjadi salah satu primadona SBW.
Misalnya, rumah walet yang sangat bergantung kepada alam dan lingkungan seperti potensi pakan di alam (keseimbangan ekosistem), pengkondisian lingkungan di rumah walet harus dibuat sedemikian rupa mendekati habitat aslinya sehingga burung walet mau bersarang.
Pola panen SBW oleh peternak walet juga sangat mempengaruhi keseinambungan populasi dan produksi. Lalu, proses untuk memperoleh sarang burung walet dari panen sampai siap konsumsi juga membutuhkan beberapa tahapan proses.
Tahapan selanjutnya merupakan pengumpulan dan penanganan sarang burung walet (gudang kering), dimana SBW harus ditangani secara higienis, seperti tahapan pencucian yang berfungsi untuk membersihkan sarang burung walet dari kotoran yang menempel terutama bulu.
Pencucian yang benar juga dapat menurunkan kadar nitrit pada SBW. Keseragaman frekuensi dan lama pencucian yang tepat diperlukan untuk menurunkan kadar nitrit sesuai yang dipersyaratkan negara pengimpor tanpa menurunkan kualitas sarang yang dihasilkan.
Selain itu, perlu juga pembinaan di setiap tahapan proses khususnya pada tempat produksi SBW (Rumah Walet untuk kesinambungan produksi) sampai dengan tempat pencucian dan tempat pengolahan agar memenuhi persyaratan keamanan pangan.
Nasrullah menerangkan, sejauh ini Ditjen PKH selalu mengakomodir pemenuhan persyaratan ekspor untuk unit usaha SBW dalam bentuk penjaminan keamanan produk sarang walet berupa Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Jo. UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Sampai dengan tahun 2020 Ditjen PKH telah menerbitkan sebanyak 2.990 NKV untuk unit usaha dan 74 diantaranya adalah unit usaha SBW. NKV merupakan bentuk penjaminan pemerintah terhadap unit usaha produksi dan pengolahan dalam hal higienis.
“Jadi, masyarakat dapat dengan mudah mengetahui produk sarang walet dari unit usaha yang sudah ber-NKV dengan melihat adanya logo NKV pada kemasan produk sarang burung walet,” jelas Nasrullah. (DD/B)