DETIKDATA, BATANG – Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat ini menjadi salah satu pilihan bagi anak didik di masa pandemi Covid-19. Di sisi lain para guru dituntut untuk tetap memberikan pendidikan karakter yang dibutuhkan anak kelak dalam kehidupan bermasyarakat.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar, Disdikbud Kabupaten Batang, Sumanto mengemukakan, pada dasarnya guru memiliki tugas untuk mendidik secara langsung kepada anak, bukan sebaliknya seperti saat ini.
“Guru itu tidak disiapkan untuk menjadi guru jarak jauh atau guru daring. Artinya guru itu belum memiliki ilmu mengajar jarak jauh, sebab mengajar bukan sekedar memberikan tugas, karena konten materi pembelajaran mestinya tersampaikan,” katanya saat ditemui di Kantor Disdikbud Kabupaten Batang, Rabu (13/1/2021).
Ia mengharapkan, dalam proses PJJ ini para guru harus memiliki terobosan yang inovatif, kreatif dan aplikatif.
“Jadi sekolah harus memastikan setiap anak mendapatkan hak belajar. Jika dalam satu sekolah ada 157 siswa, yang mempunyai gawai hanya 150 anak tentu tujuh anak lainnya harus mendapat pendidikan secara luring yaitu guru berkunjung ke rumah siswa,” jelasnya.
Di sampimg itu, kepala sekolah harus terus memantau PJJ, dengan ikut bergabung dalam aplikasi pembelajaran. Sehingga dapat melihat langsung kegiatan belajar mengajar antara siswa dan guru.
“Untuk menanamkan karakter siswa, saya menciptakan program “Guru Menyapa Siswa”. Contohnya guru harus melakukan video call setiap hari secara acak kepada anak didiknya, dan siswanya pun harus berseragam rapi dan sudah sarapan, layaknya mau berangkat sekolah,” terangnya.
Program tersebut digalakkan para guru agar anak tidak kehilangan ritme kehidupan sebagai seorang siswa.
Sementara, ditemui secara terpisah Guru SMPN 3 Batang Eva Rafiqoh mengatakan, di tengah masa pandemi yang belum berakhir, guru memang harus sekreatif mungkin mengedukasi anak didiknya, sehingga semangat belajar mereka tetap bersemayam, meski pembelajaran dilakukan dari rumah.
“Kata pentingnya adalah melakukan, walaupun kita mendampinginya tidak secara langsung,” ungkapnya.
Metode yang diterapkan dengan mengkolaborasikan tiga media dalam satu waktu yakni Zoom Meeting, WhattsApp grup dan Google Classroom.
Pagi hari anak ia minta mengisi daftar hadir dan persensi pendidikan karakter. Setiap Senin anak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Selasa sampai Kamis kegiatan religi, Jumat kegiatan empati lingkungan dan Sabtu budaya literasi.
Kemudian anak langsung mengikuti pembelajaran menggunakan aplikasi Zoom Meeting selama satu jam, untuk menjelaskan materi yang disampaikan.
“Materi itu saya bagikan kepada anak melalui WhattsApp grup, untuk melakukan diskusi lanjutan. Anak juga saya beri waktu satu jam lagi untuk mengerjakan tugas, berupa menyalin dan menjawab sejumlah pertanyaan pendalaman yang langsung difoto serta dikirimkan ke Google Classroom,” ungkapnya.
Sebagai guru, tetap dapat mengoreksi pekerjaan siswa dan selama 15 menit itu akan diketahui siapa saja anak yang belum mengumpulkan atau tugasnya belum benar.
Eva menambahkan, sekolah di masa kini, sudah tidak tersekat oleh ruang dan waktu. Saat ini hakikat pendidikan dapat disebut sepanjang masa, berbeda dengan zaman dulu yang waktu berangkat dan pulangnya pasti.
“Sekarang selama 24 jam anak-anak bisa tanya jawab dengan guru, atau mengerjakan tugas dan semestinya guru harus memberikan rasa nyaman kepada siswa,” katanya. (DD/H).