Kampung Adat Wologai: Jejak Waktu di Kaki Lepembusu

Tampak Atas Kampung Adat Wologai (Sumber: IG @amazing_ende)

DETIKDATA, ENDE – Di sebuah lembah sunyi di kaki Gunung Lepembusu, berdiri Kampung Adat Wologai sebuah hamparan rumah-rumah adat beratap ilalang yang kokoh menghadapi zaman, bagaikan penanda bahwa waktu boleh berlalu, namun jiwa dan tradisi tak akan pernah pudar.

Langkah pertama memasuki kampung ini adalah langkah menuju masa lalu. Batu-batu tersusun rapi di halaman, menjadi saksi upacara, doa, dan cerita yang diwariskan dari leluhur. Angin yang bertiup lembut membawa aroma tanah basah dan suara dedaunan, seakan menyampaikan salam dari generasi yang telah lalu kepada setiap tamu yang datang.

Rumah adat berbentuk kerucut, yang oleh masyarakat setempat disebut Sa’o Ria, berdiri berjajar melingkar. Atapnya menjulang, seolah menggapai langit untuk memohon berkah. Di dalamnya, tersimpan benda-benda pusaka, simbol hubungan erat antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Di Wologai, setiap batu, setiap tiang rumah, bahkan setiap helai alang-alang adalah puisi yang ditulis oleh tangan leluhur. Ritual adat masih hidup di sini tarian, nyanyian, dan mantra kuno berpadu dengan denting gendang, membangkitkan rasa hormat bagi siapa saja yang mendengarnya.

Tampak Samping Rumah Adat Wologai (Sumber: IG @christ13jkt)

Pagi hari, kabut tipis menyelimuti kampung, membuatnya terlihat seperti lukisan dunia mistis. Saat mentari siang memeluk atap-atap ilalang, warna keemasan memancar, memanggil para pelancong untuk berhenti, memandang, dan merasakan kedamaian yang hanya ada di tempat ini.

Kampung Adat Wologai bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga pintu menuju jiwa Flores di mana setiap detik adalah pelajaran tentang kesederhanaan, kebersamaan, dan rasa hormat pada warisan yang tak ternilai. Datanglah ke Wologai, dan biarkan waktu mengajarkan arti pulang pada akar budaya.

Penulis: Yos Wangge