Opini  

ELIMINASI PENYEBARAN TBC DI KOTA KUPANG oleh: Ns. Richal Grace Z. Uly, S.Kep.,M.Kep

Tuberkulosis merupakan salah satu permasalahan global cerminan status endemi di suatu negara masih menjadi musuh utama bagi kesejahteraan masyarakat. Penyakit ini menyebabkan beban ekonomi dengan menghambat produktivitas seseorang terutama di lingkungan masyarakat ekonomi rentan dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan kebersihan yang kurang optimal.

Peringatan Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia pada tanggal 24 Maret 2024 mempunyai arti penting dimana Indonesia memiliki kesamaan visi dalam bidang pembangunan pada tonggak presidensi G20 tahun 2023. Salah satu isu prioritas dalam konferensi tingkat tinggi tersebut adalah penguatan arsitektur kesehatan global.

Tuberkulosis di Indonesia adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang menyerang banyak orang, bahkan sering kali berakhir dengan kematian. Lalu, apa itu TBC? Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang merusak jaringan tubuh manusia dan biasanya menyerang paru-paru.

Di Indonesia, TBC adalah penyakit infeksi yang paling banyak berakhir dengan kematian dan menjadi nomor 1. Kota Kupang, sebagai ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki angka kasus TBC yang cukup tinggi tahun 2023 dengan jumlah 9.535 orang dengan TBC. Kota Kupang menduduki peringkat pertama terbanyak dengan total 1.253 orang dengan TBC.

Tuberkulosis memberikan pelajaran nyata bagaimana suatu permasalahan kesehatan yang belum tuntas mampu berinteraksi dengan kejadian pandemi baru dan menimbulkan efek domino yang sangat merugikan masyarakat.

Penyakit ini menyebar saat orang yang sakit TB paru mengeluarkan bakteri melalui udara, seperti bersin dan batuk. Faktor risiko yang menyebabkan penyakit  TB paru terdiri atas faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Faktor risiko yang termasuk faktor instrinsik yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status gizi, kebiasaan merokok dan pengetahuan. Adapun yang termasuk faktor ekstrinsik yaitu lingkungan yang meliputi pencahayaan, ventilasi, kondisi rumah, kelembaban, kepadatan hunian dan keadaan sosial ekonomi.

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Kondisi fisik rumah seperti atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

Selain itu luas ventilasi juga bisa mempengaruhi kejadian TB paru. Ukuran luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen setidaknya 10 % dari total luas lantai di masing-masing ruangan. Kurangnya ventilasi menyebabkan kelembaban udara di dalam rumah yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan  kuman TB.

Pendapatan juga berpengaruh terhadap kerentanan terjadinya penyakit TB paru karena pendapatan berpengaruh terhadap status gizi keluarga. Kecendrungan orang  yang pendapatan keluarganya dibawah UMR lebih tinggi kejadian TB parunya dibanding dengan yang  diatas UMR (90%).

Pendapatan  yang  rendah  dapat  menyebabkan  kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi yang menyebabkan kekebalan tubuh menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

Selain itu, perlu diketahui kuman TBC dapat bertahan dalam udara bebas selama 1-2 jam. Bahkan, setiap detik satu orang terinfeksi penyakit TBC dan membutuhkan layanan pengobatan selama 6 bulan.

Terakhir, saat telah terinfeksi TBC penderita mendapatkan pengobatan selama 6 bulan secara rutin. Tidak hanya itu, berdasarkan data dari WHO, Indonesia juga menjadi negara kedua penderita TBC terbanyak di dunia.

****

Penulis: Ns. Richal Grace Z. Uly, S.Kep.,M.Kep

(Mahasiswa Program Studi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Universitas Airlangga)