DETIKDATA, KUPANG – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kupang berharap seleksi Calon Taruna Akpol Tahun 2024 harus proporsional dengan melihat keterwakilan.
Hal ini disampaikan Ketua Cabang GMKI Kupang, Florit Tae kepada detikdata.com via WhatsApp. Minggu (07/07/24).
“Hari ini sudah sangat ramai pemberitaan di media terkait hasil seleksi Casis Akpol yang diloloskan oleh Polda NTT. Reaksi dari masyarakat, pejabat publik seperti Ansi Lema, Benny Harman, Yoyarib Mau dan para pimpinan Organisasi mahasiswa sesungguhnya mengharapkan bahwa perlu adanya respon dan dari Kapolda NTT bahkan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo. Sebab, jika benar bahwa 10 nama Calon Siswa Akpol adalah orang-orang luar NTT, maka itu sangat menyedihkan putra-putri NTT dan seluruh masyarakat, bahkan kami semua sebagai generasi Muda NTT,” harapnya.
Florit menyampaikan bahwa pihaknya tidak anti terhadap saudara dari luar NTT.
“Dalam proses ini kita berharap ada keadilan, dan proses rekrutmen harus proporsional dengan melihat keterwakilan. Apalagi, kuota 11 orang yang diminta Polri adalah keterwakilan dari putra-putri NTT,” jelasnya.
GMKI Kupang juga menyorot keterwakilan perempuan dalam seleksi Calon Taruna Akpol tahun ini.
“Benar bahwa dari semua peserta yang mengikuti seleksi, hanya kurang lebih 6 orang perempuan. Tapi, bukankah pemerintah menekankan agar dalam banyak hal kita perlu memperhatikan keterwakilan perempuan? Mestinya Kapolda NTT membuat semacam kebijakan untuk merekrut calon Siwa perempuan. Hal yang sama seperti di panggung Politik maupun posisi lainnya, keterwakilan perempuan menjadi kebijakan yang serius. Dari 11 nama yang lolos seleksi Calon Siswa Akpol, sangat didominasi oleh laki-laki. Hanya 1 perempuan. Ini merupakan masalah yang dipikirkan, selain keterwakilan putra-putri NTT hanya 1 orang,” tandasnya.
GMKI Kupang sebagai mitra kritis pemerintah perlu memberi catatan terhadap fenomena yang terjadi.
“Jika proses seleksi yang terjadi ada yang tidak beres, dan terkesan tidak akomodatif, tidak adil bahkan tidak proporsional seperti di Polda NTT ini, maka saya takut generasi kita yang akan datang belajar dari pengalaman ini dan melakukan hal yang sama terus menerus. Hal yang demikian akan menjadi benalu bagi Bangsa ini. Karena itu, saya minta agar segera dilakukan tindakan lebih lanjut oleh bapak Kapolri dan sekaligus bapak Kapolda NTT harus memberi respon terkait fenomena yang terjadi ini. Sehingga masyarakat tidak dipertontonkan dengan berbagai informasi menyayat hati ini,” harap Florit.
Florit menambahkan bahwa semua reaksi, baik dari tokoh-tokoh publik, masyarakat awam, pimpinan organisasi pemuda dan mahasiswa sesungguhnya harus dilihat sebagai sebuah keresahan.
“Kita berharap bangsa ini dididik dengan hal-hal yang mengedepankan keadilan, kesetaraan dan menjegal kebiasaan Nepotisme,” pungkasnya. (DD/EJA)