DETIKDATA, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengakui jika hingga saat ini masih terjadi ketimpangan akses yang mengakibatkan perempuan dan anak menjadi sangat rentan terhadap kekerasan, diskriminasi, dan berbagai perlakuan salah lainnya.
“Saat ini kita hidup pada industri 4.0, di mana penguasaan teknologi menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan kita semua. Namun hal ini justru bisa menjadi masalah baru bagi kita semua. Kemajuan dunia digital yang luar biasa ini sayangnya tidak dibarengi dengan literasi digital yang mumpuni bagi perempuan dan anak. Permasalahannya kembali kepada ketidaksetaraan, dimana perempuan dan anak memiliki akses yang lebih sedikit untuk dapat meningkatkan literasi digital dan melindungi diri mereka sendiri di internet,” ujar Menteri PPPA, Selasa (10/8/2021).
Menteri PPPA menjelaskan, kekerasan seksual online secara skala dampaknya akan menjadi lebih luas. Beberapa bentuk kekerasan seksual online yang sering dilaporkan, diantaranya adalah pelecehan online (cyber harassment), memperdaya (cyber-grooming), penyebaran konten intim non-konsensual (malicious distribution), hingga eksploitasi seksual secara online.
“Untuk mengatasi hal tersebut, kami mengajak semua pihak kerja bersama, antar sektor, baik dari pemerintah, sektor swasta, dan penyedia layanan teknologi dan telekomunikasi, media, penegak hukum, akademisi, dan seluruh masyarakat. Tidak hanya itu, sinergi yang dilakukan juga tidak cukup berhenti pada tingkat nasional, tetapi juga internasional. Kekerasan seksual online nyatanya menjadi tantangan tersendiri karena pelaku dapat berlindung di balik anonimitas dalam dunia digital sehingga menjadi sulit ditemukan. Pelaku dan korban juga dapat berada di belahan dunia yang berbeda, sehingga kekerasan yang tadinya berbatas fisik dan waktu, kini menjadi tidak terbatas lagi,” ujarnya.
Untuk itu, guna memperkuat perjuangan menghentikan kekerasan seksual online ini, Menteri PPPA meminta semua pihak untuk segera melapor jika mengetahui adanya kekerasan seksual online ini terjadi di sekitar kita, salah satunya melalui layanan contact center yang disediakan Kemen PPPA yaitu Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA).
“Marilah kita bersama-sama bergandeng tangan, menatap satu tujuan, yaitu dunia yang aman bagi perempuan dan anak, dimana pun mereka berada, baik di dalam ruang fisik maupun digital. Bersama-sama, kita buka akses yang seluas-luasnya bagi perempuan dan anak untuk dapat melek digital, sekaligus mendapatkan literasi digital yang mumpuni, sehingga mereka dapat melindungi diri di masa kini maupun masa depan,” ajak Menteri PPPA.
Sementara itu, Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI), Dhaniswara K. Harjono mengatakan kejahatan online dan dampaknya terhadap perempuan dan anak sangat merugikan dan dapat bersifat jangka panjang. Saat ini, di tengah masa pandemi yang mengharuskan masyarakat lebih banyak mengakses internet justru menjadi celah terjadinya kejahatan seksual jika tidak diiringi dengan pengawasan yang baik. Justru banyak yang memanfaatkan dan membuka peluang pelaku kejahatan seksual lebih aktif lagi dengan memanfaatkan internet dan akses yang lebih bebas dan luas. (DD/DT)