DETIKDATA, LABUAN BAJO – Berbicara tentang kualitas kopi Manggarai saat ini tak perlu diragukan lagi. Bahkan jenis Kopi Arabika Manggarai sudah menembus pasar internasional. Pada tahun 2015 lalu, Kopi Arabika yang berasal dari Manggarai, Kepulauan Flores ini pernah menjadi salah satu kopi terbaik di Indonesia bahkan Kopi Juria menjadi juara dunia.
Tak dapat dipungkiri bahwa cita rasa dan karakteristik Kopi Manggarai sangat disukai oleh para pecinta kopi. Didukung kondisi geografis alam Manggarai yang bagus membuat cita rasa kopinya menjadi khas dan unik.
Diantara segudang prestasi dan keunggulan Kopi Manggarai, tentu saja masih ada masalah mendasar terhadap petani kopi yang masih harus dibenahi sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan petani kopi itu sendiri. Dibutuhkan strategi khusus agar bisa mendongkrak pendapatan petani sebagai produsen penghasil kopi.
Berangkat dari kesadaran tersebut, Petrus Salestinus Palis bersama petani kopi dan jahe bergerak membentuk Asosiasi Petani Kopi dan Jahe Manggarai (APEKAM) bersama Pastor Gereja Katolik yang berlokasi di Desa Ketang, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
“APEKAM sendiri didirikan pada 3 Oktober 2018 di kampung Mbohang, Kabupaten Manggarai. Visi asosiasi ini adalah berupaya mewujudkan petani kopi dan jahe di Manggarai menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, adil, dan bermartabat,” ungkap Petrus Ketua APEKAM, seperti disebutkan dalam siaran pers BPOLBF, Kamis (27/05/2021).
Dijelaskannya, misi APEKAM adalah membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, melakukan studi banding di daerah lain demi peningkatan kapasitas organisasi, mendidik dan melatih para petani dalam mengolah pertanian yang profesional, membuka akses pemasaran komoditi pertanian baik lokal, nasional, maupun internasional, membangun kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak atau stakeholder serta pemerintah, berjuang dan terlibat untuk mencapai petani yang makmur, sejahtera melalui tali persaudaraan yang sejati, total dan loyal demi terciptanya ekonomi yang mandiri.
Hal menarik lainnya menurut Petrus, APEKAM hadir sebagai wadah pendidikan dan pelatihan para petani kopi dan jahe. Petani mendapat pengetahuan pola pengolahan pertanian yang profesional dengan pendekatan teknologi. Selain itu sebagai wahana perjuangan, penyalur aspirasi dan komunikasi timbal balik antara sesama petani kopi dan jahe serta organisasi se-profesi lainnya.
“Asosiasi ini juga merupakan wahana penggerak peran serta petani kopi dan jahe dalam semangat gotong royong dan menjadi wadah pembinaan serta pengembangan kegiatan-kegiatan petani kopi di Manggarai,” ungkapnya.
Menurut Petrus, tujuan utama dibentuknya APEKAM ini yaitu menyiapkan fasilitas pertanian dengan baik, menyiapkan tenaga dengan tingkat kredibilitas yang mumpuni, membiasakan petani mengolah pertanian yang baik dan benar. Selain itu, juga berupaya mewujudkan petani yang mampu bersaing baik tingkat lokal, nasional dan internasional, meningkatkan harkat dan martabat para petani kopi dan jahe manggarai, mewujudkan pola kemitraan yang sinergis dan berkualitas.
Oleh karena itu APEKAM lahir benar-benar berpihak pada kepentingan petani yang bersifat transparasi, kredibilitas, dan akuntabilitas. Bahwa fakta yang terjadi selama ini, antara brand kopi Manggarai yang besar itu, tidak seimbang dengan kemakmuran para petani kopi itu sendiri.
Petrus menambahkan, yang tergabung dalam asosiasi tersebut hanya petani kopi dan jahe saja yang didukung pihak gereja Katolik. Hal itu dibuktikan dengan keterlibatan beberapa anggota gereja bertindak sebagai penasehat dalam struktur organisasi APEKAM.
Pada kesempatan yang sama, Romo Tarsisius Syukur yang akrab disapa Romo Tarsi mengutarakan bahwa pihak Gereja terlibat penuh dalam menggerakkan roda asosiasi APEKAM. Hal itu dikarenakan asosiasi tersebut sejalan dengan program Pastoral Keuskupan Ruteng, Kabupaten Manggarai dalam bidang sosial ekonomi.
“Bagaimana kami mendukung dan mendorong para petani dan memberdayakan mereka dengan memanfaatkan lahan sesuai kondisi geografisnya. Lebih luar biasanya, respon masyarakat begitu antusias hadirnya APEKAM ini,” ungkap Romo Tarsi yang juga sebagai Pastor Paroki di Ketang, Kabupaten Manggarai.
Menurutnya, APEKAM hadir sejalan dengan Visi dan Misi Gereja yakni terwujudnya petani yang adil, mandiri dan bermartabat. Asosiasi tersebut juga lahir dari sebuah keprihatinan dan panggilan kemanusiaan. Oleh karena itu pihak gereja juga ingin mengangkat harkat dan martabat para petani kopi dan jahe di Manggarai.
“Kami ingin membela hak-hak para petani kopi dan jahe. Pada kenyataannya, selama ini praktek rentenir sangat lumrah membayangi kehidupan para petani kopi dan jahe di Manggarai secara umum sehingga kami berjuang menciptakan keadilan bagi masyarakat,” ujar Romo Tarsi.
Kepada pihak Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) dirinya menyampaikan terima kasih karena telah memfasilitasi asosiasi APEKAM melakukan studi banding dibeberapa kota di indonesia untuk mendorong peningkatan kualitas SDM anggota asosiasi tersebut.
“Pelatihan benchmarking tersebut sangat bermanfaat bagi kami dan petani, sehingga secara keilmuan benar-benar meningkat. Kami berharap semoga kerjasama ini akan terus berlanjut agar ilmu kami terus diasah sehingga kami benar-benar menjadi petani profesional,” ungkapnya.
Sementara Direktur Utama BOPLBF, Shana Fatina menyampaikan bahwa pihaknya bekerjasama dengan APEKAM sebagai langkah awal menyiapkan pengembangan desa wisata pada segmentasi agrowisata kopi di Labuan Bajo dengan mendorong peningkatan sumber daya manusia melalui program bencmarking beberapa bulan lalu.
“Saya berharap setelah para peserta menimba ilmu di beberapa kota di Pulau Jawa, mereka dapat menerapkan ilmunya dengan baik sehingga kita bisa mengembangkan wisata kopi dan jahe yang berkualitas, serta untuk meningkatkan kesejahteraan para petani tersebut,” harap Shana. (DD/SA)